Sunday 19 August 2012

Sehat dalam Sakit

Lebaran di rantau orang memang rame rasanya. Sedih karena tak bisa berkumpul orang tua dan para saudara. Hati rasanya tersayat saat mendengar lagu raya disenandungkan di tivi, di Jusco, atau di youtube sekalipun (salah sendiri nyetel lagunya, hehehe).

Tapi tak ada yang abadi di dunia ini.
Meski ada lara di hati (hihi, Mama lebaiiii), kita juga tetep merasakan kebahagiaan... ya Ayah kan? Abang? Mas? Adik? *Setujuuuuuu

Di sini, kami bisa jalan-jalan bersama sekeluarga. Silaturahim ke tetangga sesama perantau, ke guru-guru ayah atau kolega *wuih, bahasanya, hihi* Mama.

Di sanaaa... tentuuuu, yang senang anak-anak. Karena mereka dapatkan duit raya. Hari pertama saja sudah bisa beli mainan seharga RM 20 *sekarang sedang dikelonin karena mainan baru, hehehe...

Dan seperti tahun sebelumnya, kami baru bisa menelepon dengan lancar setelah sore. Pagi-pagi biasanya DIGI susah nyambung. atau ga malah putus sambung... *wew! :-P

Dengan Mbah Uti, Mama bercerita soal kebiasaan flu dan batuk yang datang saat lebaran. Ga di sini, ga di sana, semua flu. Suara kami pun serak bersama, :-)

Karena Mbah Halim sedang beristirahat, kami menelepon Mbah Kholiq #kakaknya Mbah Halim
Mama senang karena Mbah Kholiq bisa bercanda. Tampak ceria suaranya. Alhamdulillah...

Ada satu nasihat yang Mbah berikan, tentang sehat dalam sakit. Meski beliau mengkonsumsi obat setiap hari *dalam jumlah yang tak sedikit*, saat Mama tanya kesehatannya... Beliau menjawab, Alhamdulillah sehat.

Ya Allah, begitu sabar.

Sementara Mama yang kena batuk dan pilek beberapa hari saja sudah mengeluh bahwa batuk dan pilek ini tidak seperti biasanya. Mama bilang biasanya batuk dan pilek Mama cepat sembuh. Mama rindu tidur yang nyenyak...

Astaghfirullah, betapa tidak bersyukurnya Mama...

Semoga kita bisa dipertemukan Allah dalam keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya ya Pakdheya, aamiin...

Lalu si Ayah pun telepon.
Nasihat beliau, tentang prinsip hidup ala orang Jawa: 4P

Bahwa setiap keluarga yang dibangun hendaklah sukses dalam 4P:
1. Pangan: bisa mencukupi kebutuhan akan pangan untuk keluarganya
2. Papan: bisa membeli rumah, meski kecil asal nyaman dan berkah
3. Pangkat: mencari pangkat demi kesejahteraan keluarga dan kepentingan ummat
4. Pati: meninggal dengan husnul khotimah...

Ya Allah...
Bantulah kami agar senantiasa berjalan lurus di jalurMu...
dan kumpulkanlah kami di JannahMu, aamiin

Monday 6 August 2012

Farid, 1 tahun 4 hari

Alhamdulillah, Farid dah satu tahun tanggal 2 Agustus kemarin. Tepat satu tahun, Farid mau makan segala yang disuapkan ke mulutnya. Roti, segala buah, segala biskuit dan sedikit nasi.

Untuk nasi --bukan bubur-- ia masih harus belajar.

Ngga pa-pa ya nak yaa... insya Allah, tambah hari tambah pinter, aamiin...

Tepat satu tahun, Farid juga bisa merangkak --bukan merayap seperti biasa--, tambah seneng belajar jalannya --suka minta tuntun daaannn, ga mau diarahkan. Ia mencari jalannya sendiri. Kalau ga mau ke suatu tempat, ia akan membelokkan kakinya, atau malah duduk ga mau jalan lagi, hihihi--, ia juga dah terbiasa manggil siapa-siapa dengan lagu --maa.. mamaa, paa... papa, atau ba.. baa... (abang)--, suka main mobil-mobilan dengan menirukan suara mobil, bisa menirukan para abang untuk main robot --dua robot dilawan-lawankan-- dan masiiiihhh banyak lagi.

Alhamdulillah...

Saturday 4 August 2012

Zaki Nombor 3

Melihatnya bersemangat menuntut ilmu seperti sekarang, hati kami sungguh bahagia. Teringat setahun lalu, ia masih malu-malu untuk berinteraksi dengan kawan sebayanya. Ia juga cenderung memberontak dan takut jika disuruh bergabung. Ia lebih suka di dekat mama, berada di tempat perlindungannya.

Waktu diminta naik ke pentas, ia berlari ke belakang. Ia tak suka diperhatikan banyak orang. Ia lebih suka menyendiri. Jika bermain dengan anak lain, ia cenderung menarik diri.

Maka ketika melihatnya berkejaran dengan Fatih, teman favoritnya, putra tante Era, hati Mama bahagia. Zaki sudah bisa berkawan, Alhamdulillah...

Tahun ini, ia sangat berbeda.

Ia pergi ke pesantren Ramadhan sendirian atau diantar abang.
Ia berhasil mendapatkan bintang untuk beberapa aktivitasnya, atas keberaniannya dan kebisaannya menjawab beberapa pertanyaan.

Tadi, ia membawa kabar mengejutkan.
Zaki mendapat nomor 3, 14 bintang. Alhamdulillah...

Prestasimu sungguh luar biasa, Nak... lanjutkan, insya Allah Zaki pasti bisa!

Mama dengan setangkup doa, :-)

Sepi yang Menyentak

Di usia saya yang sekarang, berita kematian seringkali datang. Entah dari kerabat atau kawan lama. Beberapa bulan lalu, Emak, ibu pengasuh suami saya semasa kecil, wafat. Beberapa minggu lalu, Pakdhe, kakak ipar ibunda saya pun menyusul. Dan beberapa hari kemarin, Abdullah, putra seorang sahabat, lebih dahulu dipanggilNya.

Berita kematian, selalu saja membawa duka.

Mengingat mereka yang telah berpulang membuat saya menitikkan air mata. Ada senyap yang tiba-tiba membelenggu jiwa. Ada yang bak tercerabut dari hati saya. Ketika mengenang wajah-wajah mereka dalam ingatan. Pun saat melewati sejumlah tempat penuh kenangan bersama.

Seperti kemarin.
Saat mengantar risoles pesanan seorang pelanggan, saya melewati KTHO, rumah mbak Ranny semasa masih di UTM. Nuansa berbeda tampak dalam pandangan. Teringat Abdullah kecil berlarian di sana. Dengan senyum yang mencuri hati. Dengan celetukan dan pertanyaannya yang membuat kami terkikik geli. Allah...

Saya menghela napas panjang. Menghentikan mobil sejenak, menyeka air duka.

Lantas terbayang kisah yang sama, bertahun lalu.
Saat itu saya baru saja mendapat berita duka, tentang kepergian sahabat terkasih saya. Cukup lama untuk saya mampu mengeja kepergiannya. Setiap kali pulang kampung, rencana bertemu dengannya selalu menjadi agenda. Bahkan setelah ia tiada. Senyum saya mengembang kala mengingatnya. Tapi itu tak lama, karena ketika saya menyadarinya, hanya air mata yang tersisa. Saya tersadar, ada dinding tebal yang tak mungkin kami lewati. Ada jurang dalam nan terjal pemisah kami berdua. Ia telah pergi, ia tak akan kembali. Tak akan pernah ada canda tawa bersama. Tak akan ada perjumpaan meski semenit jua.

Kematian adalah sunyi
Ia datang tiba-tiba tanpa pernah diprediksi

Ia menyentak,
membuat jantung kencang berdetak

Ia membawa pergi seseorang yang kita kasihi
tanpa pernah memberi kesempatan untuk kembali

Ya, kematian adalah keniscayaan. Ia nyata dan akan datang suatu ketika pada kita semua. Semoga Allah senantiasa membimbing kita di jalanNya, agar kelak syurga menjadi balasan terbaikNya untuk kita, aamiin...

***

Teriring doa untuk Abdullah dan peluk erat penuh cinta untuk mbak Ranny tersayang...