Wednesday 6 November 2013

Bahagiaku

Nak... bahagianya Mamamu ketika melihat kalian rukun begitu,
atau jikalau harus berantem, tidak dengan hati... tidak dari hati, agar cepat terhapus dari hati...

Bahagianya Mamamu ketika melihat kalian keluar dari pintu kamar,
bertiga,
berlomba-lomba lebih cepat sampai ke dekat Mama
dengan gaya yang berbeda

Thariq yang murah senyum,
Zaki yang cool
dan
Farid yang ceria...

Masya Allah,
Tak berkedip mata Mama melihatnya.

Semoga Allah selalu menjaga fitrahmu, anak-anakku...
Jadilah lelaki hebat, yang hangat pada keluarga dan taat pada RabbMu,

Semoga kelak,
Allah mengumpulkan kita semua di JannahNya, ya, Nak...

Aamiin...

Peluk hangat,
Mama

Tuesday 22 October 2013

Bam... Bik...

Jika sebelumnya Farid terkesan tak mau memanggil Zaki dan menggantinya dengan entu atau eni saat menunjuk Zaki, sudah tiga hari ini Farid mengubah panggilannya.

"Bik! Ayo!"

"Whuaaahahahaha... kok Farid manggil Zaki Bik, Ma? Dikira Bibik dia, paling," teriak Iq sore itu.

Kami pun tertawa. Sebab Bibik itu sama artinya dengan pembantu, hihihi... Tapi melihat wajah Zaki yang sedih, Mama pun langsung berhenti tertawa, dan, "Farid belum bisa bilang Mas atau Zaki. Jadi bilangnya Bik, mungkin maksudnya Ki kali... kayak kalau Ayah manggil Zaki, :-)

Zaki pun tersenyum...

Dan sejak bisa manggil, Farid terlihat lebih akrab dengan Masnya. Alhamdulillah, :-)

Psst, Ma...! Orang itu Malu Teruuuss...

Siang ini Mama, Farid dan Zak ke Aeon TU untuk beli terigu dan kawan-kawannya. Saat tiba di lorong yang menjual mainan, tiba-tiba Zak berbisik.

"Psst, Ma. Tengok! Dari tadi orang itu malu terus, ga berhenti-berhenti," ujarnya dengan wajah serius.

"Malu? Darimana Zaki tahu?" tanya Mama heran.

"Itu pipinya merah terus," lanjutnya, masih dengan wajah super serius.

Wkwkwkwkwkw... Mama ngakak, dong! Bagaimana tidak, orang Mbaknya pake blush on. Hihihihi... sampai toko tutup juga akan tetep merah pipinya, Zaaakkk... :-P

Wednesday 16 October 2013

Hari yang Produktif?!?

Catatan Mama

Tengah malam (15 Oktober), saat semua terlelap dan tinggal kami berdua, aku menyempatkan diri mengecek naskah novel yang sedang kugarap setengah tahun ke belakang.


Tak seperti biasanya, di mana banyak pertanyaan dari word sebelum masuk ke file, malam ini lancar jaya. 


"Ohh, sudah dibetulkan si ayah sepertinya," benakku.

Tapi betapa terkejutnya aku ketika file terbuka sempurna. Sinopsis gobal masih satu halaman lebih sedikit dan belum diedit pula! Daftar isi masih berantakan. Aku panik. Bagaimana mungkin semua itu terjadi sementara aku selalu rajin menekan ctrl+s secara berkala. 


Kucoba mencari di foldernya, tak juga berjumpa. Akhirnya aku pasrah. Perlahan kuperbaiki Prolog hingga setengah jalan. Karena ngantuk, aku pun tidur.

Paginya (16 Oktober), aku langsung buka dan kerjakan lagi. Prolog selesai dengan sukses, meski mungkin ga sama dengan sebelumnya. Lalu perlahan kubuat sinopsis global. Baru setengah jalan, cerpenku di kelas onlinenya Mas Bambang Irwanto diupload. Catatan beliau membuatku tergelitik untuk segera merevisinya. 

Akhirnya kutinggalkan calon novel dan kurevisi cernakku. Alhamdulillah, menjelang dzuhur sudah tuntas dan langsung kukirim ke Bobo. Hmmmm, pengen juga diterima di majalah kesayanganku semasa kecil itu, :-)

Setelah itu, aku balik ke sinopsis global. Alhamdulillah, jelang Ashar dah selesai. Ngebut kuperbaiki daftar isi, 'menghitamkan kembali' kalimat asing yang sempat kutinta merah, menambahkan beberapa kalimat di beberapa bagian termasuk saat kutemukan catatan tentang Akta Kuarantin 1076 Malaysia soal pelarangan buah mangga masuk tanpa prosedur impor, akhirnya finish sudah. 

Lepas Ashar, kukirim ke Mbak Deesis dan tinggal menunggu kabar baiknya, insya Allah, aamiin...

Dua naskah terkirim dalam satu hari.
Kupikir, ini hari menulisku yang paling produktif. Benarkah? Oh, tunggu dulu... lihat, seterikaan numpuk dan cucian belum dijemur.






Untung sudah masak. Malam-malam, karena tak tega melihat anak-anak dan cucian aku akhirnya mengangkat jemuran lalu bikin puding roti dan pizza. Itung-itung sebagai ganti waktu yang sudah tersita kemarin yaa...
Sekarang, mau masak-masak dulu ahhh. Lalu seterika, lalu jemur baju, baru kemudian menulis lagi. Kali ini, insya Allah menyelesaikan naskah novel yang sempat tertunda. :-)
 

Tuesday 1 October 2013

Nasi Goreng Ayah is The Best

Seminggu ini, menu masakan favorit di rumah kami adalah nasi goreng buatan Ayah. Rasanya sangat istimewa. Gurih, sedikit pedas, lengkap dengan ikan bilis dan telor serta pas di lidah.

"Kok bisa, sih, Ayah bikin nasi goreng, Ma?"

"Enak, ya?"

"Iya. Best! Macam nasi goreng di kedai-kedai, tapi ini lebih sedap!" puji Thariq dan Zaki.

Hmmm... Ayah bisa melayang nih, kalau dengar pujian anak-anaknya seperti itu hehehe.

Sebenarnya, jika nasi goreng ayah terkenal di rumah ini bukan karena Ayah memang pandai dan suka masak. Tapi karena terpaksa. WHAT?!

Ya, dooong..
Ceritanya, malam itu, Ayah kelaparan. Di bawah tudung saji, kosong, tak ada satu makanan pun kecuali sepanci nasi. Mama sedang mengetik di kamar.

"Ma, gorengin nasi, dong," pinta Ayah yang muncul di depan pintu kamar, dengan wajah melas.

"Haduuuhhh... seharian Mama ngider ke mana-mana, capek, lah Yah. Ayah goreng telor aja, biar Thariq yang buatkan," jawab Mama dengan wajah tak kalah melas. (catatan: tidak untuk ditiru oleh seorang istri sholihah, :-P)

Tanpa komentar, Ayah balik ke dapur.

Dua puluh menit kemudian, Ayah datang lagi dengan sepiring besar nasi goreng.

"A! Nih, dah mateng nasinya," ujar Ayah dengan tangan siap menyuapi sesendok nasi goreng untuk Mama.

"Ihhh, kenyang. Ayah makan aja sendiri," tukas Mama sewot. --> akibat kelelahan, jadi pemarah :-)

"Abang mau?" tanya Ayah ke Thariq, yang langsung disambut dengan teriakan senang.

Malam itu, Thariq bilang bahwa nasi goreng Ayah sedap. Tapi belum ada yang tertarik.

Esoknya, kejadiannya sudah berbeda.
Sudah ada bothok tahu ikan bilis di bawah tudung saji, lengkap dengan sayur. Sambelnya Mama masih belum bikin. Sedikit malas karena seminggu sebelumnya masak sambal setiap hari.

Malam-malam bothok kurang seru, lah. Akhirnya Ayah bikin nasi goreng lagi.
Mama nyicip, dan memang sedap. Tapi karena tak terlalu lapar, Mama enggak makan lagi.

Dua hari kemudian, sore sepulang kantor Ayah masak nasi goreng lagi. Padahal sudah ada semur daging dan Ayah serta anak-anak sudah makan, tapi sepertinya masih pengen nasi goreng.

Seperti biasa, tanpa banyak kata Ayah uthek di dapur. Membuat nasi goreng untuk kami.

"Yang banyak, Yah. Mama mau!" teriak Mama dari ruang tamu.

Mama sedang menyuapi Farid dan menemani Zaki yang sedang makan.

Tak lama, Ayah datang dengan dua piring nasi di tangan. Satu untuk Mama dan satu lagi untuk Ayah sendiri. Whoaaa... enak banget! Bahkan Farid pun mau meski sedikit kepedesan.

Thariq habis dua piring, as usual.

Zaki nyicip dikit karena sudah makan semur daging sebelumnya.

Dan kemarin, karena siangnya kami makan di Singgah Selalu, sore tak ada masakan apa pun kecuali sepanci nasi putih.

"Ayaaahhh, bikinin nasi goreng, dong!" teriak Mama dan Iq bergantian. -->tanda-tanda ketagihan

Ayah sedang booking tiket untuk ke Bandung dan bilang, "tunggu."

Sampai dua jam berikutnya, nasi goreng belum mateng juga.

"Ayaahh, laperlah. Buatin nasi goreng, lapeeerrr," pinta Thariq.

"Iyalah, Yah. Mama bikin pesenan untuk Bang Rafi. Bentar lagi mau nenenin Farid. Laper, nih!"

"Alaahhh, kenapalah Ayah sekarang jadi tukang nasi goreng?" jawab Ayah sambil mengupas bawang merah dan bumbu-bumbu.

"Hahaha, salah sendiri. Bikin nasi goreng sedap-sedap," seru kami kompak.

Dan kami pun makan nasi goreng dengan lahap. Mmmmhhh, memang sedap. Masih sisa sepiring, Mama angetin, siap untuk sarapan.

Makasih, Yaaahhh...
Masak terus sampai kami bosan, yaaa... :-P

Monday 16 September 2013

Maaf, Abang Minta Makan...

Setelah Sabtu ke Hutan Bandar Mutiara Rini untuk nemenin anak-anak bersepeda, Ahad sukan di sebelah tasik depan Klinik UTM, hari Senin Mama merencanakan mengajak anak-anak jalan lagi.

Sampai semua siap dan Ayah bertanya mau ke mana, Mama masih belum punya ide.

Setelah di dalam mobil, barulah Mama kepikiran soal keinginan Ayah membeli jam tangan. Biar tepat waktu, kata Ayah. Hohoho, selama ini ke mana saja, Pak? Memang, ya. Mulai menikah hingga 12 tahun pernikahan, Mama bahkan enggak pernah melihat tuh pergelangan Ayah menggunakan asesoris apa pun, termasuk si jam tangan.

"Kemarin kami lihat jam di Adidas, 358, Yah. Cakep, jamnya. Ya, kan, Bang?" celetuk Mama, masih berdiri di luar mobil sementara Ayah di belakang setir.

"Wah, mahal banget! Yang 100-an aja!" kata Ayah. Hmm, si Ayah ini emang suka sungkan sendiri kalau beli barang yang sedikit mahal. Tapi kalau membelikan kami, dia enggak pernah sungkan. *eits, harusnya bersyukur dong, Mbak Ar? hehehe

"Kalau seratusan mungkin nyarinya harus ke Angsana. Di sana ada, kali!" seru Mama sambil membuang seplastik sampah ke tempatnya.

"Enggak mau ke Angsana, ah!" teriak Zaki.

"Nanti aja kalau udah gajian belinya, Ma!" tambah Ayah.

"Ya udah, kalau gitu antar Mama beli JCo aja, ya. Mama keingeta donat greenteanya," pinta Mama. Semua pun setuju dan masuk ke dalam mobil.

Dengan panduan Sygic, perjalanan lancar jaya. Lewat depan hutan bandar lurus terus, belok kiri, kanan, lalu mengelilingi bundaran dan belok kanan lagi, sampailah kami di Aeon Bukit Indah. Wahhh, panas! 3x putaran ke parkir dalam hasilnya nihil. Akhirnya, dapat juga satu parkiran, setelah berebut dengan orang lain. Untung kita berada di posisi yang benar, jadi deh dapat, hahaha..

Sesampai di dalam, seperti biasa, rame banget. Puter-puter... liat laptop, minjem kereta untuk Farid, belanja sayur dan buah, dan tibalah saat untuk pulang. Tepat di foodcourt, Iq berhenti mendorong kereta Farid, :-)

"Ma... !" ucapnya sambil melirik ke foodcourt. "Dulu kita makan di situ, ya?"

"Apa?" tanya Ayah.

"Minta makan di situ, Yah," jawab Mama, menerjemahkan bahasa Iq dan Zaki.

"Ayuk!" ajak Ayah ringan.

Sementara Ayah membeli rujak, Mama dan anak-anak mencari tempat duduk. Alhamdulillah, dapat juga setelah dua kali muter, :-) *dari tadi muter melulu inti ceritanya.

Setelah sepiring nasi goreng pataya terhidang di depannya, Iq nyengir, "Ma... maaf, ya. Abang minta maem. Jadi malu."

Aih... sejak kapan Abang begitu? *mama geli dalam hati melihat wajahnya yang memang benar-benar malu

"Merepotkan Mama saja," lanjutnya.

Mama pengen pingsan rasanya, hihihihi

Bam, Mamam...

Mama ketiduran. Ngantuk sengantuk-ngantuknya membuat siang itu Mama tidur dengan pulas. Teriakan anak-anak dan tepukan kecil si bungsu tak berhasil membangunkannya.

Satu jam kemudian, Mama mulai membuka matanya yang masih terasa berat.

"Farid lagi apa?" tanya Mama dengan suara parau. Matanya membuka sedikit, tidak lebar seperti biasa.

"Mamam!" ucap si bungsu dengan senyum, sambil sesekali melompat menirukan Baby Bob-nya Barney.

"Eh, Abang suapin adik?" Mama melotot seketika, melihat sesuap nasi masuk ke mulut kecil putera ketiganya itu. Nasi kecap, seperti biasa. Kali ini tanpa lauk, :-(

"Hehe, iya. Tadi Farid manggil-manggil Abang dan nunjuk ke belakang. Abang kasih minum dia geleng-geleng. Dia terus bilang Bam, mamam!"

Mama duduk, memerhatikan mereka berdua dengan mata berkaca-kaca.

"Makasih, ya, Bang. Sudah suapin Adik," ucap Mama tulus.

Abang tersenyum dan mengangguk. Sementara Adik kembali asyik melihat Vroomies, :-)

***
Semoga selalu sholih, Bang, :-)

Monday 9 September 2013

Selamat Hari Lahir, Farid

Maaf terlambat memposting, Farid...
Seperti yang Mama tulis di hari lahir Mas Zaki, Mama pun ingin menulis cerita tentang kelahiranmu.

-----
Kamis, 28 Juli 2011
Mama, dengan diantar Bang Iq dan Mas Zaki periksa di Dokter Isa. Klinik Perdana, belakang Jusco. Ketika dicek, ternyata pintu rahim sudah tipis. Sudah siap untuk melahirkan. Karena menjelang puasa dan Sabtu Ahad libur, Mama dijadwalkan lahiran Selasa, 2 Agustus. Jam 7 pagi sudah harus datang ke klinik.

Selama lima hari Mama berjuang untuk menyelesaikan tilawah Mama. Sesuai janji Mama, anak ketiga, tiga kali khatam.

Alhamdulillah, Allah mudahkan.

Bahkan, Mama masih sempat puasa di hari pertama Ramadhan. Sempat tarawih dua malam. Malam 1 Ramadhan dan malam 2 Ramadhan. Alhamdulillah, :-)

***
Selasa pagi, 2 Agustus 2011/2 Ramadhan 1432
Jam tujuh pagi, Mama dan Ayah mengantar Abang dan Mas ke rumah Bu Bambang. Dititipkan, lengkap dengan uang sekian ringgit untuk jajan dan beli mainan, hmm. Waktu itu mereka pengen beli Ben10.

Mama diantar Ayah menuju klinik.

Begitu masuk, Ayah langsung dimintai bayar. Inilah bedanya klinik Indonesia dan Johor, :-P Kalau di Indonesia, Abang (di Rumah Sakit Lavalette) dan Mas (Rumah Sakit Al Islam), dibayar sama AsKes Swasta yang dijamin oleh kantor Mama. Kelas 1 dan full, tanpa kami menambahi. Di Klinik Perdana, bayar down payment RM 1000, hehehe.

Mama masuk ke ruang rawat. Dikasih baju ganti, diberi obat pembersih perut agar buang air besar terlebih dahulu. Setelah BAB, Mama pun dimasukkan ke Labor Room. Langsung disambut oleh jarum infus. Yup, Mama diinduksi karena memang tidak mulas sama sekali.

Ini juga bedanya dengan persalinan di Indonesia. Kalau di Indonesia ditunggu mulas kalau di sini, ditetapkan jadwalnya. Terlepas dari itu semua, tentu bukan Dr. Isa yang menetapkan kelahiranmu, ya, Nak. Tapi Allah telah menggariskan cara lahirmu memang seperti ini, :-)

Di cek tekanan darah, ternyata Mama tinggi juga. 144/95. Bidan senior yang biasa dipanggil Emak, sedikit khawatir. Saat ditanya, Mama pun bilang, selama hamil kurang tidur. Akhirnya, ketika infus dimasukkan, ditambahkan obat penahan sakit (jadi induksinya tidak berasa sakit sama sekali), dan ditambahkan obat tidur.

Mama flying. Antara sadar dan tidak, akhirnya bisa tidur.

Ketuban dipecahkan, Mama miring kiri dan pulas.

Ketuban ternyata sudah keruh karena Farid BAB di dalam. Setelah dibantu meluruskan kepala janin, Mama tidur lagi.

Pukul 12.20 *Mama sempat lihat jam*, Mama terbangun dan mulai mulas. Kian lama kian sakit. Hingga akhirnya tiba rasa melahirkan pada pukul 12.31.

Dr. Isa datang. Emak dan dua missi (panggilan untuk suster), bersiaga di depan Mama. Ayah membantu memegang tangan Mama, merasakan cubitan dan remasan kuat karena sakit yang sangat-sangat.

"Iya, pandai. Terus... terus!" begitu aba-aba Dokter.

Lalu, 12.36 lahirlah seorang bayi yang sangat besar. Laki-laki, kepalanya bulat dan badannya kekar. PB 55, BB 3.55kg, sehat sempurna.

Alhamdulillah.

Bahkan saat jalan lahir dijahit Mama sudah tidak merasa sakit.

Setelah bersih, Mama diantar ke ruang rawat dan pukul satu, Farid diserahkan ke Mama untuk disusui. Alhamdulillah.

Sore harinya, Abang dan Mas datang. Tersenyum melihat kehadiran adik baru yang comel. Senangnya mereka, punya tambahan tim, :-)

Dan dengan bantuan Mbah Halim, dinamailah si bayi:

Muhammad Yusron Farid
Semoga menjadi anak sholih yang selalu dimudahkan dalam setiap langkah di jalan Allah, serta mendapat keutamaan dalam setiap urusan, aamiin.

Bdw, namanya sempat mau ditambahi Ramadhan. Tapi takut terlalu panjang. Dan sempat juga ada pilihan, Burhanuddin Farid atau Muhammaf Miftah Farid, :-)

Abang dan Mas lebih memilih Muhammad Yusron Farid, :-)

Selamat hari lahir, Nak. Semoga Allah mudahkanmu untuk menjadi anak sholih, aamiin. Peluk sayang dari Mama, Ayah, Abang Iq dan Mas Zaki.

Luv U,
<3

Selamat Hari Lahir, Zaki Hannan

Hari ini, 10 September, tujuh tahun lalu. Mama sedang berjuang melahirkanmu, Nak. Ayah sedang pelatihan outbound di Malang. Tapi ada Mbah Halim, Mbah Uti dan Yang Mi yang menemani Mama di Bandung. Sayang, dengarlah cerita Mama hari ini, :-)

--------

8 September 2006
Mbah Halim, Mbah Uti dan Yang Mi datang ke Bandung. Tampak binar bahagia di wajah mereka saat menceritakan pengalaman di kereta api Surabaya-Bandung. Sementara Ayah sedang mengikuti pelatihan outbound di UIN, tempat kerja Ayah yang baru.

Oh iya, Zak. Ayah diterima kerja di UIN Juni lalu. Setelah wisuda master di UTM Aprilnya. Alhamdulillah, lancar.

Dan selama Mbah di Bandung, hati Mama pun makin tenteram. Ada teman, tak seperti biasanya hanya bersama Abang dan Ibu Enda.

Selain bercengkerama dengan Mbah, Mama juga terus berusaha untuk menyelesaikan tilawah Mama. Janji Mama, khatam dua kali untuk anak kedua.

***
9 September 2006
Mama pikir kamu lahir hari ini, Nak. Seperti tanggal lahir Ayahmu. Rupanya, sampai siang tak ada tanda-tanda itu. Satu juz lagi, Mama habiskan selepas Dzuhur dan Ashar. Setelah melantunkan doa khatam Al Qur'an, Mama melipat mukena dan ke kamar mandi untuk buang air kecil.

Dan Mama terkesiap ketika melihat ada tanda-tanda persalinan. Mama pun keluar kamar mandi dan menghampiri Mbah Uti dan Yang Mi yang sedang di ruang tengah.

"Bu, Mami... ada darah!" ujar Mama dengan hati berdebar.

"Loh, itu tandanya. Ayo, cepet siap-siap ke rumah sakit. Sudah mules?" tanya Yang Mi.

Mama menggeleng.

"Ya udah, tunggu Bapakmu dulu. Nanti baru ke rumah sakit," ujar Mbah Uti.

Mbah Halim sedang ke Masjid. Biasanya selepas Isya baru datang. Nerus, dari sebelum Maghrib. Cara itu beliau gunakan untuk menghilangkan cemas dan suntuk, :-)

"Semoga Bapakmu cepet pulang. Kalau enggak, kalian pergi aja dulu. Nanti Mami suruh Bapakmu nyusul," ujar Yang Mi.

Mama menurut. Mama pun bersiap. Merapikan tas bawaan, baju-bajumu, peralatan mandi, baju Mama dan perlengkapan persalinan lainnya. Tak lupa, Mama menelepon taksi. Tepat saat taksi datang, Mbah Halim datang dari ujung gang. Berjalan sedikit tergesa melihat ada taksi di depan rumah.

"Yok opo? Wis wayahe, a?" tanya Mbah.

"Iya, Pak. Sudah waktunya," jawab Mama.

"Yo, wis! Ayo dibudhalno!" seru Mbah Halim sumringah. "Alhamdulillah, doaku diijabah. Barusan aku berdoa semoga anaknya Ar lekas lahir, lha kok langsung dikasih tanda."

Pamit pada Yang Mie, kami berangkat bertiga. Abang Iq? Di rumah sama Yang Mie. Untung mau, ya. Sudah biasa Mama tinggal kerja dan menginap mungkin, hehehe.

Sesampai di rumah sakit, langsung ke ruang observasi. Di cek baru bukaan dua. "Insya Allah jam sepuluh lahir," kata Bidan senior.

Mama dan Mbah Uti saling berpandangan lalu tersenyum.

"Mau sama kayak jam lahirmu, paling, Nduk," kata Mbah Uti. Iya benar, Mama memang lahir jam sepuluh malam, :-)

Karena waktu masih lama dan pulsa habis, Mama minta ijin untuk ke warnet.

"Silakan. Malah bagus. Biar cepat nambah bukaannya," ujar Bidannya.

Dengan berbaju pasien, Mama diantar Mbah Uti berjalan menuju Metro. Pusat perbelanjaan di sebelah Rumah Sakit Al Islam, Bandung. Masih tertawa-tawa, dong, karena memang Mama tidak merasakan mulas sama sekali.

Mama telepon Ayah. Minta doa semoga persalinan kali ini lancar. Di seberang sana, suara Ayah bergetar. Ada khawatir terselip. Ayah pun minta maaf karena tidak bisa mendampingi Mama.

Setelah selesai telepon, kami kembali ke ruang observasi. Mbah Halim tampak serius menonton televisi. Ada pertandingan tinju dunia. Ah, Mbah.hihihi. Meski begitu, beberapa kali beliau tanya, apa perasaan Mama. Bagaimana rasanya? Sudah dekat apa belum?

Ketika sampai di ruangan, Mama tiduran. Mbah Uti mengusap-usap punggung Mama lembut, memberi kekuatan. Tak terasa, kami tidur berdua. Hingga pukul dua pagi, sama sekali tak ada rasa mulas. Malah Mama tertidur kembali sampai esok paginya, hehehe.

***
10 September 2006
Pukul 04.30 bidan kembali memeriksa. Bukaan masih tetap, belum bertambah. Akhirnya diputuskan didrip alias diinduksi. Menurut Tante Dewi yang pernah merasakan diinduksi saat melahirkan Daffa, induksi itu sakitnya minta ampun. Enggak ada berhenti-berhentinya kayak lahiran normal. Antara takut dan tidak, Mama hanya meringis saat jarum infus menembus punggung tangan Mama.

Ketika infus mulai bekerja, barulah ada rasa mulas.

"Sakit, Bu," keluh Mama pada Mbah Uti.

"Sabar, insya Allah hilang kalau bayinya sudah lahir," sahut Mbah Uti menenangkan.

"Memang ini yang ditunggu, kan?" ujar Bidan dengan senyum lebar.

Sejam kemudian, dicek, bukaan masih dua setengah. Bidan kembali ke ruangannya. Memeriksa pasien lain. Mama yang capek tiduran, jalan-jalan sambil menenteng tiang infus. Menemui Mbah Halim di luar ruangan yang tampak kian cemas.

Jam tujuh pagi, Bidan mengecek lagi.

"Masih dua setengah, tapi sudah tipis," ujarnya. Lalu beliau memutar selang infus, mempercepat turunnya cairan. Sakitnya kian bertambah parah. Karena tak tahan, Mama memutar balik selangnya. Memperlambat tetesan infus dan rasa sakit pun berkurang. Ketika Bidan Senior datang dan melihat tetasan yang melambat, Bidan pun menegur suster.

Hihihi, padahal kan Mama yang bikin ulah, seru dalam hati. Jail, ya? Mungkin ini yang menyebabkan kamu juga jail ya, Nak... hehehehe.

Menjelang pukul sembilan, sakitnya sudah tak tertahan. Mama berulang kali menyebut Asma Allah, beristighfar dan meminta kekuatan. Hingga Mama sempat tak sadar. Tahu-tahu sudah ada di ruang bersalin karena Mama merasa bayi Mama sudah mau lahir.

"Tunggu, Dokter belum datang. Tahan dulu, ya, Mbak. Tarik napas, keluarkan perlahan," titah Bidan Senior.

Mama mengikuti tapi tak tahan lagi. Hingga akhirnya Mama mengedan dan merasa Dokter Lina sudah ada di bawah Mama.

"Tunggu, ya, Dok. Saya istirahat dulu," seru Mama sambil menarik napas.

"Iya, silakan," ujar Dokter Lina sambil tersenyum.

"Sekarang mengedan, ya, Dok?" tanya Mama dan bersiap ambil napas.

"Eh, mau apa?"

"Ya mau mengeluarkan bayinya, lah, Dok. Kok mau apa?" Mama emosi.

"Loh, ini bayinya sudah lahir. Nih, sudah di luar. Cowok, cakep," kata dokter lagi.

Antara percaya dan tidak, Mama tertawa. Ah, mudah sekali lahirnya? Enggak seperti Abangnya dulu, hehehe.

Mbah Uti setia di samping Mama, melihat Mama dibersihkan. Setelah bayinya dibersihkan, langsung diberikan ke Mbah Halim untuk diadzankan.

Seperti biasa, Mama cerewet bertanya ini itu soal bayi Mama. Sehatkah? Normalkah? Sempurnakah? Semua tambak sibuk, membereskan ini itu.

Tak berapa lama, Mama didorong ke ruang rawat oleh suster. Seingat Mama, Mbah Halim yang mendampingi. Mungkin Mbah Uti masih melihat adik bayinya, ya, :-)

Dan Mama tertidur. Mama dengar Suster bilang ke Mbah Halim, "Biar istirahat, Pak. Pasti capek."

Sorenya, sudah ada Mbah Uti dan Mbah Halim di samping Mama. Juga ada Yang Mi dan Abang, yang katanya sudah sempat melihat adik bayinya.

"Abang udah minta maaf karena waktu itu nendang perut Mama," ungkap Abang lembut. Aih, si Abang memang lembut hati, <3

Dan tiga hari Mama di rumah sakit. Saat pertemuan pertama kita, Mama sempat bingung menentukanmu di ruang bayi, Nak. Tebakan Mama salah, dan yang benar ternyata Mbah Uti. Sore itu, pertama kali Mama nenenin kamu. Lucu sekali. Bulat wajahmu dan merah kulitmu.

Di hari ketujuh, kami mengadakan aqiqah.

Saat itulah dirangkai namamu, oleh Mbah Halim.

Zaki Hannan Maulana Karim.
Semoga menjadi putera yang sholih, Nak. Yang bersih hati, pemurah, dan dinaikkan derajatmu menjadi manusia yang mulia, aamiin.

Peluk erat dari Mama, Ayah, Abang Iq dan Adik Farid.
Luv U, Zak.

Sunday 8 September 2013

Tinggal Injak Gas dan Rem!

Lagi ramai kasus kecelakaan yang melibatkan bocah 13 tahun, saya jadi teringat kejadian beberapa bulan kemarin.

Pagi itu, seperti biasa Thariq (11 tahun) mendapat tugas untuk 'manasin' mobil. Sejak mobil kami ganti matic, perlakuannya berbeda dengan mobil sebelumnya yang manual. Jika dulu, sekali nyalakan langsung bisa dipakai ngebut, sekarang tidak lagi. Mesin mobil harus dipanaskan minimal 2 menit supaya bisa berjalan dengan optimal. Dan untuk urusan ini, cukup membuat Mama repot. Karena harus keluar rumah, ganti kostum dan memerlukan waktu yang lumayan. Terutama jika sedang sibuk-sibuknya ngurus persiapan kue dan anak sekolah.

Alhasil, Thariq pun diajari untuk bisa melakukannya.

Dan rupanya tak sulit mengajarkan hal ini. Mama hanya mengingatkan supaya selalu mengecek persneling selalu dalam posisi 'P' sebelum memasukkan kunci kontak. Sekali putar, mobil pun menyala.

"Tak boleh sentuh apa pun, Bang!" Saya memberi peringatan setiap kali. Anggukannya pun cukup membuat saya puas.

Hingga hari itu, saat saya sudah memasukkan wadah-wadah kue pesanan ke mobil, Thariq tampak memegang tuas persneling. Saya pun panik bukan main.

"Abang cuma mau mundurkan, Ma. Biar siap di luar rumah. Kaki Abang dah sampai ke gas dan rem, kok! Tinggal injak gas dan rem kalau perlu," ucapnya menenangkan saya.

Tanpa sadar saya langsung membentaknya, "Stop, Thariq. Keluar...keluar!"
Seru saya dengan jantung berdebar.

Untunglah Thariq menurut, keluar mobil meski dengan bibir cemberut.

"Kenapa Thariq bisa berpikir begitu? Menyetir kendaraan itu tidak semudah yang Thariq bayangkan. Meski kaki Thariq sudah cukup menginjak pedal gas dan rem, tapi emosi Thariq belum mampu!" omel saya masih deg-degan.

Thariq diam.

"Nyetir itu bukan hanya soal kaki cukup apa enggak cukup, Bang. Banyak hal yang harus dipenuhi. Itulah sebabnya ada batas umurnya. Sekarang kamu jadi penumpang yang baik aja, nanti kalau sudah 17 tahun baru boleh belajar nyetir," lanjut saya.

Thariq diam. Mengangguk dan berjanji tidak akan mengulangi kejadian tadi.
Mungkin saya termasuk orang yang kolot, tapi saya menentang sikap orangtua yang membolehkan anak-anak di bawah umur mengendarai motor atau mobil. Mereka hanya bisa menjalankan kendaraan itu, bukan mengendalikannya.

Allah, lindungilah kami dan anak cucu kami dari perbuatan dzolim dan sia-sia, aamiin.

Friday 6 September 2013

Farid Membaik

Alhamdulillah... semua atas kemurahan Allah.

Malam ini, Farid dah enggak muntah lagi. Tidur nyenyak dia. Masya Allah, manis sekali. Barakallahu, Nak,

Tadi, kira-kira jam setengah sebelas, kami ke dokter. Farid baru bangun dari tidur, langsung kugendong dan masukkan mobil. Di dokter, dapat giliran no. 37. Hmm, lama lagi, baru nomor 9 yang dipanggil. Setelah menunggu sampai nomor 10, Farid mulai gelisah. Aku pun memutuskan untuk mengajaknya pulang.

Baru sampai di samping gelas besar, gerimis merapat. Farid muntah. Banyak, seukuran minum air putihnya tadi. Mengenai kerudung dan tasku. Setelah kuusap sisa muntah di mulut dan kakinya, kami pulang.

Sesampai di rumah, ia minta minum lagi. Selain kuberi minum *dua kali ia minta*, ia pun minta makan. Kusuapi, dapat 5 suap. Alhamdulillah.

Lalu lihat Poli Robocar hingga menjelang pukul 12. Tepat pukul 12, kami pergi. Rencanaku, menjemput Iq lalu beli tiket parkir. Setelah itu, menjemput Zaki dengan jalan kaki. Karena sudah lama kutinggalkan, kuminta Iq melihat giliran yang dipanggil. Rupanya sudah nomor 34. Hmm, akhirnya kuparkir mobil dan kugunakan tiket parkir sebelumnya dengan menambal sulam angkanya. Terpaksa. Tak mungkin ke Rainbow karena sudah hampir 37.

Setelah urusan tiket parkir beres, kami jemput Zaki dulu. Alhamdulillah lancar. Saat kami sudah duduk di bangku menunggu giliran, ternyata malah no. 23 yang dipanggil.

Lalu 36.

Dan 37.

Dokter Siti Fatimah menyambut ramah. "Cuaca nih tak bagus, so sakitlah anak dokter, nie, ya!" serunya dengan senyum.

Diperiksa. Dada, ok. Tak ada masalah. Perut, sepertinya ada angin yang tersangkut. Tekaknya rupanya sedang bengkak dan merah. Diputuskan untuk dinebulasi satu kali, lalu dicek apakah suhu tubuh Farid makin naik atau tidak.

Dinebulasi.

Periksa lagi. Alhamdulillah, lendir dah cair. Pernapasan oke, perut oke. Diberi obat sakit tekak/lendir, muntah/angin dan demam.

Sampai di rumah, diminumlah si obat muntah. Sambil nunggu makan, Farid minta minum lagi. Eh, muntah buanyak. Allah... lemes nian anakku.

Lalu suara Ibu terngiang-ngiang, "kasih minumnya dikit-dikit aja!"

Akhirnya kukasih minum air putih lewat pipet. Dan sejak jam 4 tadi, aman terkendali.

Sehat terus ya, Nak... besok ikut liqo ke ammah Jannah, :-)

Thursday 5 September 2013

Farid Lemes, Hiks...

Tadi pagi, jam 4, Farid muntah. Kupikir, ia kedinginan karena tak pakai selimut sementara AC menyala. Kuselimuti, tak mau. Kutukar bajunya dengan yang lebih hangat, dobel pula. Dia dah mulai senyum-senyum.

Eh, muntah lagi. Kali ini lebih banyak. Sprei pun sampai basah. Sementara Ayah mengganti sprei, kuganti bajunya dan kubalur minyak kayu putih. Masih kurangkap dengan jaket. Alhamdulillah, senyum dia. Nenen dan tertidur dengan pulas.

Pagi, dia bangun lambat. Jam setengah delapan, minta nenen. Pas kuganti, ternyata celananya basah. Oups! Aku lupa kalau tadi belum sempat diberi diapers. *tepok jidat

Akhirnya, kubawa ke kamar mandi. Kubersihkan, tapi tak kumandikan. Setelah diganti baju bersih, ia pun minta minum. Sementara aku bersih-bersih rumah, ia minta disetelkan poli robocar. Rupanya ia muntah lagi, hiks.

Setelah kulap dengan tissue basah dan kuganti, kusetelkan poli di handphone dan kubaringkan ia di kasur.

Aman. Aku bisa nyapu dan beberes sampai tuntas. Setelah selesai, baru ia merengek minta nenen.

Rencananya sebentar lagi kuajak ia ke dokter Siti Fatimah. Semoga lekas sembuh ya, Nak. Mungkin karena semalam makan mie terlalu banyak yaa... Biasanya kan nyicip-nyicip aja. Besok-besok enggak boleh lagi, ya.

Biasanya Mama memang melarang mie dimakan di rumah ini. Tapi Mama pikir, sesekali tak apalah. Eh, Farid yang kena.

Syafakallahu Farid Cinta, <3

Wednesday 4 September 2013

Farid dan Bisikan

Melihat masa kecil Farid, jadi ingat kecilnya Thariq. Tapi jika dulu Thariq hanya berbisik saat bilang, "Ika" yang maksudnya adalah ikan, Farid beda lagi.

Suka banget berbisik-bisik.

Seperti tadi. Waktu melewati kuda, dia bilang, "Ma... Ma! Aum!" ujarnya sambil berisik dan menutupkan telapak tangannya di mulut. Uhhh, gemesnya!

Kami pun berhenti sebentar. Cute-nya dia, memanggil kuda pun dengan suara lembut, "Hai!"

Ihhhh, makin gemes!

Dan, yang seringkali ia lakukan adalah membisikkan Ayah tentang keberadaan Mama atau sebaliknya. Jika ia bersama Mama, ia akan berbisik, "Ma, Ayah!" sambil menunjuk Ayahnya. Pun sebaliknya.

Ah, Nak... semoga selalu sehat yaa... aamiin.

"Pa, Ma?"

Yup! Itulah kalimat yang sering disebutkan Farid jika Mama baru bertemu atau berbicara melalui telepon dengan seseorang.

"Siapa, Ma?" maksudnya begitu, tapi karena ngomongnya masih terbatas, yang terucap hanya belakangnya saja.

Seperti tadi, sepulang Mama dan Farid mengantar kue pesanan ke Bu Renny di U3, di jalan kami bertemu dengan Bu Ika. Setelah salim dan diberi cokelat TOP, Farid pun bertanya, "Pa, Ma?"

Mama pun menjelaskan. Itu adalah Mamanya Bang Zaka, kawan Abang.

"Ayah?"

"Bukan kawan Ayah, tapi kawan Abang," jawab Mama dengan senyum.

Tak lama, kami berjumpa dengan Bu Agus. Kejadiannya pun hampir sama. Dan Mama menjelaskan bahwa itu Bu Agus, kawan Mama. Suaminya, kawan Ayah. Anaknya, kawan Abang.

Setelah selesai mengantar sedikit risoles untuk Bu Rini, dia pun bertanya.

Mama bilang, "Itu Oom Deris, suami bu Rini."

Hehehe, semoga makin shalih dan pintar ya Nak.

Aamiin...

Tuesday 3 September 2013

Thariq dan Cream Puff

Seminggu kemarin, Thariq datang dengan memberi sebuah kabar. Ia akan berjualan cream puff. Teman-temannya sudah memesan, katanya. Dan Mama diminta membuat 60 pcs cream puff.

Usut punya usut, ternyata Iq sudah membuat selebaran. Semacam promo atau iklan, begitulah. Di dalamnya ada tulisan:

BELILAH, CREAM PUFF PALING SEDAP!
HARGA BIASA SATU KETUL 50 SEN. HARGA PROMO SERINGGIT DAPAT 4.

JANGAN LEWATKAN KESEMPATAN INI!

Mama terbelalak sedikit kaget membacanya. Ahh, Mama aja enggak pernah promo seperti itu, eh, dia pe-de banget! Masya Allah, terharu jadinya.

Karena semangat itulah, meski badan Mama pegel-pegel, Mama bela-belain buat cream puff untuk dibawa pagi harinya. Agak kesiangan bangun, sih. Jam setengah lima baru bangun, hiks. Tapi Alhamdulillah lancar.

Tepat pukul tujuh, 46 pcs cream puff sudah tersedia dalam wadah kedap udara. Iq menentengnya dalam plastik.

Melihatnya berjalan menuju sekolah dengan tas punggung berat dan tentengan segitu banyak, hati Mama terenyuh. Doa pun mengalir, semoga ia menjadi seorang anak yang tangguh dan sukses, aamiin.

Siang harinya, cerita seru mengalir.

"Ma, kedai Abang paling cepat habis. Semua berkumpul di kedai Abang. Sayang, Abang lupa bawa beg plastik. Jadi semua orang makan di tempat, hahahaha. Ada yang tak dapat cream puff dan pesan lagi, Ma. Esok buat lagi, ya! Oh iya, kata teman-teman cream puff emak Thariq paling sedap. Fitria bahkan bilang ke Ustadz. Minta Ustadz mencoba makan cream puff yang dia beli. Kawan-kawan minta esok bawa lagi, Ma. Kalau tak, siap Abang, hahaha!"

Ahhh, senangnya.

Barakallahu, Iq!

Zaki dan Celotehnya

Meskipun sudah hampir tujuh tahun, Zaki tetap lucu. Komentar dan celetukannya seringkali mengundang tawa. Seperti waktu kami dalam perjalanan menuju bandar beberapa minggu lalu.

Saat melewati fly over menuju Singapura, Zaki komentar.

"Singapura. Singanya pura-pura, enggak beneran, ya, Bang?"

Sontak kami tertawa.

Sayangnya, Zaki masih belum berhasil mengatasi moodnya yang terkadang memburuk. Sering marah, teriak-teriak dan menangis.

Semoga dimudahkan menjadi orang yang sabar ya Zak... sehat selalu dan pintar, aamiin.

Encik Farid

Siapa sangka, Farid (2 tahun 1 bulan), sangat menyukai baju melayu. Setiap habis mandi dan dia mendapat kesempatan mengambil baju sendiri, jika si cekak musang ungu ada di jajaran baju-baju, ia akan mengambilnya sambil nyengir, :-)

Meski udara sedang panas, ia betah berbaju melayu. Kalau sudah begitu, pastilah kami berempat gemas melihat tingkahnya, :-D

Baju ini kami beli setengah tahun lalu saat pesta konvo. Waktu itu, kami mengira ukurannya pas. Ternyata, masih kebesaran. Mama harus mengelim tangan dan kakinya agar tak terlalu kedodoran, hehe.

Dan kini, ia punya panggilan baru: Encik Farid.

Sunday 4 August 2013

Lebaran Ke Tujuh

Langit masih gelap. Adzan Subuh belum berkumandang ketika aku bangun. Suasana hiruk pikuk sudah terasa di dalam rumah sederhana kami. Ibu sedang menyiapkan baju lebaran pesanan orang. "Tinggal ngesum," ujar Ibu sambil terus menisikkan jarum ke tepi kain.

Bapak sedang mandi. Dua adikku sudah bangun dan bergurau di kamar. Suara takbir bergema dari masjid di dekat rumah.

Aku bergegas melanjutkan pekerjaan, tak mau tertinggal sholat Ied. Setelah rumah rapi dan wangi khas obat pel, aku menata kue di meja ruang tamu. Tak banyak. Hanya sekaleng biskuit yang merknya populer di hari raya, setoples kue kering mawar yang memesan di saudara, setoples kacang bawang dan satu wadah plastik permen berbagai rasa.

Dua botol sirup rasa melon dan stroberi di meja makan adalah minuman paling istimewa kami hari ini. Tak lupa aku menyiapkan gelas bersih satu nampan penuh. Biar mudah jika ada tamu yang datang nanti.

Lalu satu per satu dari kami mandi. Bapak paling cepat berangkat sholat. Dengan bermotor, beliau pergi ke Masjid Sabilillah, selepas sholat Subuh. Sementara kami, meski sudah bersiap diri cukup lama, hanya bisa berangkat menjelang sholat Ied diadakan.

Dan kami pun sholat Ied dengan hati riang.

Pulangnya, sengaja kami tak menyalami orang lain. Kata ustadz, orang pertama yang harus dimintai maaf adalah orang tua kami. Tentu kami menyimpan tangan rapat-rapat dan berlari pulang menemui orangtua.

Sesampai di rumah, kami mendatangi Bapak di kamar. Meminta maaf dengan mencium tangan beliau. Hanya itu, tak ada ritual sungkeman. Lalu Bapak mengelus rambut dan ubun-ubun kami, dengan mengucap, "Bapak juga minta maaf. Sebagai orangtua pasti banyak salah yang sudah Bapak buat. Maafkan Bapak. Jadi anak sholeh/sholehah, ya."

Lantas Bapak memberi uang lebaran dari saku baju koko beliau. Kami tertawa riang saat keluar dari kamar beliau dan menemui Ibu.

Biasanya Ibu dalam keadaan duduk saat kami meminta maaf pada beliau. Sama, tak ada sungkeman. Hanya salim dan mengucap minta maaf dengan tulus. Lalu Ibu melakukan hal yang sama seperti yang Bapak lakukan.

Selanjutnya, kami sekeluarga berkeliling. Di kantong kami sudah ada dompet yang siap diisi dengan uang lebaran.

Ah, senangnya...

Tapi itu dulu. Saat saya masih kecil hingga masa kuliah. Sebelum saya memutuskan untuk merantau. Ke Bandung 1997-2007, lantas ke Johor 2007 hingga sekarang.

Dan inilah lebaran ketujuh kami di negeri Jiran. Tak pulang kampung seperti anjuran lagu-lagu raya yang gegap gempita dialunkan di mal-mal di negeri ini. Tak bisa merayakan bersama orang tua dan saudara-saudara tersayang. Dan yang membuat airmata tak berhenti menetes adalah bahwa untuk ketujuh kalinya kami tak bisa memuliakan orangtua kami dengan berlebaran bersama beliau.

Astgahfirullah...

Hanya istighfar yang tak henti kami lantunkan atas kelemahan kami ini. Banyak hal yang menghalangi, termasuk pertimbangan cuti sekolah anak-anak yang teramat pendek untuk balik kampung.

Ya Allah...
Panjangkan umur kami hingga Ramadhan tahun depan dan berikanlah kami kesempatan untuk berlebaran bersama orangtua kami tahun depan dalam keadaan yang lebih berbahagia.

Ya Allah...
Ampunkanlah dosaku dan kabulkanlah doaku, aamiin...






Saturday 13 July 2013

Bismillah dan Aamiin

Farid, 1 tahun 11 bulan, Alhamdulillah dah makin cerewet. Jika dari setahun dua bulan ia suka ber'heh-heh" tapi gak ber-ooo, sekarang ia nambah kosakata.

Ceritanya empat hari lalu, sebelum nenen, seperti biasa Mama membiasakannya baca basmallah. Alhamdulillah, dia nyahut:

Mama  : Bis
Farid  : millah --sambil mengusap tangan di muka--

aaaahhhh senengnya Mama.

Malamnya pas mau tidur, seperti biasa berdoa dulu.
Farid: mengangkat tangan lalu mengusap muka dengan bilang aamiin

Mama: --teriak-teriak manggil Abang dan Ayah untuk menyaksikan Aamiin pertama Farid..

Tambah pinter ya Nak... aamiin

Thursday 11 July 2013

Puasa Para Abang

Alhamdulillah, memasuki hari ketiga Ramadhan.

Sejak sebelum Ramadhan, kami sekeluarga *kecuali Farid tentunya*, semua selalu berkampanye soal pentingnya puasa pada Zaki. Maklum, track record Zaki yang sedikit sulit saat bangun pagi dan sekolah sempat membuat kami khawatir.

Dan seperti ketika Thariq belajar puasa dulu, saya pun menawari sekian RM 60 sebagai hadiah jika puasanya penuh, serta mereduksinya menjadi satu ringgit per hari jika ada yang bolong. Mungkin bagi sebagian orang langkah ini tidak dilakukan, tapi untuk anak-anak, cara ini lumayan efektif. Sudah dua Ramadhan ini Thariq sudah memahami bahwa puasa itu wajib dan enggak perlu dibagi duit, :-)

Kembali ke Zaki.

Semakin dekat dengan Ramadhan, semakin gencarlah kami berkampanye soal keuntungan orang berpuasa. Sesekali Thariq meledeknya, meremehkannya dengan maksud untuk melecut semangatnya.

"Zaki pasti enggak kuat puasa. Asyikkk, uangnya buat Abang, ya, Ma!"

Dan Zaki pun marah-marah, mengatakan bahwa ia pasti kuat. Dilihat dari wajahnya, ia tampak kurang yakin, hehehe....

Dan datangnya hari itu: sahur pertama.

Agak sulit membangunkan Zaki, seperti biasanya setiap pagi.

Kami: "Bangun, Zak. Sahur. Sunnah Rasul"
Zaki: "Sunnah, bukan wajib!" --bentak-bentak sambil merem--
Mama: "Eh, marah-marah... hayooo, bulan Ramadhan kok marah-marah."
Zaki: "Enggak Ma." --suara lebih tenang--
Kami: "Ya udah, bangun. Nanti kalau enggak sahur enggak kuat puasa, lho."
Abang: "Sahur itu ada batas masanya, Zaki! Bukannya suka hati!"
Zaki: "Iya.. iya!"

Zaki bangun dengan lemas, duduk dengan mata merem, dan membuka mulut saat disuapi. Alhamdulillah, habis juga sepiring nasi dan ayam yang Mama ambilkan. Ditambah segelas air jus buah dan beberapa teguk air putih.

Pagi itu, Zaki bangun pukul 10.30 dengan wajah ceria. Senyum-senyum. Saat Syauqi memanggilnya, ia pamit mau main sepeda. Saya dan Thariq panik melarangnya.

"Nanti kamu batal puasanya, Zakiiii...!" teriak Thariq.

Zaki sempat memberontak tapi kemudian menurut dan main di rumah bersama Thariq.

Saat saya tawari untuk mandi pas sedang panas-panasnya cuaca *takut dia kehausan* Zaki bilang enggak haus. Saat saya tanya, "Zaki lapar?" Dia menggeleng.

Alhamdulillah, seru saya dengan senyum.

Dua jam menjelang buka.

"Ma, Zaki puasa penuhnya besok aja, ya. Zaki pengen makan brownies," katanya saat melihat saya memotong brownies untuk Farid.

"Ihhh, nanti uang enam puluh ringgitmu terbang, lho, Zaki!" teriak Abangnya dari kamar.

Zaki pun mengurungkan niatnya tapi kembali ingin bermain sepeda dengan Syauqi.

Saya menawarkan solusi lain. Mengajaknya jalan-jalan ke Hutan Bandar, di Mutiara Rini. Dia sepakat.

Kami berangkat menjelang pukul enam dan sampai di sana tepat pukul enam. Anak-anak langsung lari menuju persewaan sepeda. Sayangnya saya lupa mengambil uang. Di dompet tinggal seringgit, karena habis dipakai belanja semalam. Ahhhh, penonton eh anak-anak kecewa.

Untunglah, ada ide dari Zaki untuk jalan-jalan di hutannya. Kami pun berjalan di area hutan, bukan di tempat permainan. Hmm, untuk emak yang sedang menyusui, lumayan juga, boookk! huft, keringetan bikin haus. Tapi maluuuu dong, masak anak-anaknya segar bugar emaknya lemes. Akhirnya, masang wajah senyum meski bibir dan tenggorokan kering kerontang, wkwkwkw.

Setelah berjalan berkeliling, mereka pengen main di playground yang cukup luas dengan permainan yang cukup menantang. Melihat sekeliling, tidak ada satu orang melayu pun kecuali kami. Playground didominasi penduduk China dan India, hohoho.... *ya iya laaahhhh, puasa pertama gitu lhooo*

Dan anak-anak main. Lumayan lama sampai jam tujuh. Kami pun pulang. Rencananya mau muter ke Kedai Nisa dulu beli ice cube untuk es teler di rumah. Alhamdulillah esnya habis, :-P
Keliling kedai lain pun habis, :-P *akhirnya bahan2 es teler disimpan sampai esoknya, hehehe

Sesampai di rumah, sudah mulai gelap. Belum ada suara adzan. Zaki bolak balik ke dapur, melihat satu demi satu makanan yang mau dimakannya.

Dan ketika adzan, langsung makan kurma, minum air mango, makan ayam, minum air putih, minum milo, makan ayam lagi, makan sayur, minum air mango lagi... whuaaaa, ga berhenti-berhenti, hihihihi...

Pun hari kedua, Zaki sekolah dan tidak mengalami masalah berarti. Saat membuka kulkas dia bilang, "sabar ya minuman, nanti aku minum kamu," wkwkwkwkw
katanya lagi, sambil nunggu buka Zaki mau tidur, lalu buka, makan nasi ayam kecap, minum jus guava, minum air putih, makan lagi, minum lagi, gemuk deh!

ahahahaha... semangat anak-anak! semoga tak hanya mendapat lapar dan haus ya sayang... tapi juga mendapat pahala dari sisi Allah, menjadi pondasi kuat agar kalian senantiasa kuat berpuasa di Ramadhan-Ramadhan tahun-tahun berikutnya, aamin... []


Saturday 15 June 2013

Para Pemanah Hatiku

Hari ini, anak-anak ikutan rihlah emaknya. Pergi ke Danga City Mall untuk rihlah. Alhamdulillah, kami niatkan untuk mendapat pengalaman baru. Memberi pengalaman berbeda untuk kiddos dan membahagiakan mereka. 

Mama nyetir sendiri, lho... *makasih, Ayah <3
Alhamdulillah, ditemani Ammah Aina, kita semua sampai dengan selamat.

Di sana.

Bowling dulu, :-P

Lalu memanah. Saat memanah, Zaki keukeuh pengen nyobain, padahal umurnya belum cukup. Sedih lihat Zaki mau nangis. Alhamdulillah, akhirnya boleh. 

Dan dia seneng banget bisa memanah meskipun belum tepat sasaran.

Sehat terus ya Nak... sehat. cepat gemuk.

Doakan Mama dan Ayah bisa menjadi orang tua yang baik untuk kalian ya Iq, Zak, dan Farid...

Mama sayaaaang kalian, 

Monday 10 June 2013

Inilah Hasil Perjuanganmu, Nak...

Anakku, Thariq dan Zaki.

Ingatkah kalian, di akhir bulan Juni 2007, bertiga kita berangkat berhijrah ke negeri ini. Negeri asing, tempat ayahmu menuntut ilmu.
Bertiga saja kita kuatkan hati, demi berjumpa dengan Ayah yang sudah menanti.

Kita menyaksikan lambaian tangan dan doa-doa dipanjatkan, oleh Mbah Halim... Mbah Uti, para Oom dan Bulik kalian. Menyaksikan mata mereka mengembun, merasakan kelopak mata yang basah.

Lalu kita sampai jua di negeri ini. Disambut senyum Ayah yang hampir saja tak kalian kenali. Senyum haru bercampur duka, karena Ayah hanya bisa menjemput di bandara, bukan di negeri kita seperti keinginan hatinya.

Lalu kita diajak naik bus, dari Kuala Lumpur menuju Johor, tempat Ayah menuntut ilmu sekaligus bekerja.
Ingatkah kalian, Nak. Aroma baru sepanjang jalannya? Suasana baru, tarian pohon sawit di ladang... juga kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata.

Mama tersenyum sendiri kala itu. Sungguh, meski Mama tak tahu kehidupan seperti apa yang akan kita jalani, tapi Mama bersyukur... Mama bahagia, karena Allah sudah menyiapkan satu episode baru dalam hidup kita.

Dan hari berganti.
Jika di Bandung kalian adalah anak seorang Ibu asisten direktur sebuah LSM bertaraf nasional, di tanah rantau ini, kalian adalah anak seornag Ibu penjual kue.

Penjual kue yang setiap sore menyiapkan dagangan untuk keesokan hari.
Penjual kue yang begadang memenuhi pesanan pelanggan.
Penjual kue yang setiap pagi meninggalkan kalian, bermotor sebelum bermobil, menuju kedai-kedai tempat kue dititipkan.

Alhamdulillah ala kulli hal...

Sungguh, hanya senyum di bibir Mama ketika mengetikkan tulisan ini. Mama bangga, karena bisa menikmati setiap detik yang terlewati. Suka maupun sedih...

Dan Nak...
Setelah perjuangan panjang. Setelah hadirnya adik Farid melengkapi cerita kita,

Hari itu, tanggal 14 Oktober 2012, Ayah kalian diwisuda.

Melihat video Ayah menerima ijazah dari Sultanah, mengalir air mata Mama.

Inilah hasil perjuangan kalian, Sayangku...
Kalian penyemangat hidup Ayah dan Mama, ketika lelah sudah sedemikian meraja.

Kini, kami persembahkan hadiah indah ini untuk kalian bertiga.
Doa kami,

Semoga Allah mudahkan jalan hidup kalian,
hingga dapat meraih kebaikan dan kesuksesan dunia akhirat,
jauh lebih tinggi dari kami berdua.


Thursday 6 June 2013

Matikan HPnya, Mas...

Baca berita hangat tentang pemukulan seorang pramugari maskapai nasional oleh pejabat hanya karena ditegur untuk mematikan HP, saya jadi ingat kejadian beberapa tahun lalu.

Saat itu, kami sekeluarga sedang dalam perjalanan mudik ke kampung halaman. Kami naik pesawat dari LCCT Kuala Lumpur menuju Surabaya, satu pesawat dengan begitu banyak pekerja dari Indonesia lainnya. Kebanyakan dari mereka, membawa alat komunikasi yang cukup canggih. HP Mas kalah jauhhhh, :-)

Singkat cerita, saat pesawat mau take off, suami yang duduk di seberang kanan saya, mengingatkan penumpang di sebelahnya untuk mematikan HP.

Sekali... dua kali, sang penumpang bergeming. Hanya menengok sebentar, lalu kembali asyik dengan HPnya.

Bahkan ketika pramugari mengingatkan, beliau juga tetap pada posisi semula. Saya mengecek headphone di telinganya, jangan-jangan masih nempel dan beliau tidak mendengar anjuran Si Mas dan Pramugari tersebut.

Tapi nyatanya tidak. Reaksinya benar-benar menguji kesabaran. Hingga akhirnya suami kembali mengingatkan, "Mas, tolong, HPnya dimatikan. Pesawat sudah mau take off."

Setelah memandang agak lama, penumpang tersebut akhirnya menurut. Kami menarik napas lega. Tapi....

"Matikannya bukan hanya begitu, Mas. Di non aktifkan, dipencet yang itu," ucap Mas sambil nunjuk tombol untuk menonaktifkan HP sang penumpang.

Saya mengerutkan kening ketika penumpang tersebut tampak sangat bingung dan heran dengan perkataan Mas.

"Apanya?"

"Boleh saya bantu?" Mas menawarkan diri.

Sang penumpang memberikan HPnya.

KLIK! HP pun non aktif.

Sang penumpang tampak makin kebingungan. Menekan-nekan tombolnya tak berhasil juga, hingga akhirnya, "HP saya sampean apakan? Kok enggak mau hidup? Nanti kalau rusak gimana?" *panik*

"Tenang, Mas. Nanti kalau sudah mendarat saya betulkan." ucap Mas cuek.

Ohohoho, no komen dehhh...

Jagoan Baru

Ini kali ketiga kami berempat menyaksikan International Horse Show di UTM. Dua tahun lalu, saat saya sedang hamil besar. Waktu itu, suami juga sedang menulis thesisnya. Jadilah hanya saya, Thariq dan Zaki kecil yang ke sana. Ingat betul, dengan perut besar saya nyetir dari U8. Udara panas Johor terasa semakin panas akibat efek rumah kaca di mobil istimewa kami, Corolla 85. Semua jalan menuju lapangan kuda ditutup. Kami pun parkir di atas, di parkiran gedung S sekian *lupa nomornya, :-)

Saya menggandeng Thariq dan Zaki menyeberang jalan yang terkenal sebagai tempat paling seram karena sering kecelakaan. Alhamdulillah aman sampai di lapangan dekat kuda, dan kami bisa menikmati show itu dengan tenang dan bahagia *duh, bahasanya, hehehe.


Itulah pertama kali kami mengenal Nabil Ismail, rider yang hebat dan langsung menjadi idola kami. Saking senengnya sama si Nabil, kami bahkan berencana menamai deja Nabil Ismail juga supaya kelak pandai berkuda. Beuuu... :-)

Oh iya, sempat ada percakapan lucu antara saya dengan anak-anak. Melihat hebatnya beliau *dilarang protes*, saya ingin sekali punya anak yang pandai berkuda juga. Maka saya pun menanyai anak-anak:

Saya: "Bang, Mama sekolahkan berkuda, ya. Biar hebat kayak Nabil Ismail." *ngarep, ga mikir biayanya dari mana*
Iq    : "Enggak mau."
Saya: "Zaki mau, ya." *ngerayu, biaya mah dipikir nanti, yang penting mau dulu*
Zaki: "Enggak."
Saya: "Terus, siapa dong? *sedih*
Iq dan Zaki: "Adik di perut aja." *tanpa ekspresi*

Huwaaaa... kasiannya deja, belum lahir sudah dibebani dengan keinginan Mama, hiks...

Tahun berikutnya, deja dah lahir dong, ya... 
Tapi rupanya kami lupa dengan obsesi kami sebelumnya, dan adik pun dinamai Muhammad Yusron Farid *semoga dimudahkan menjadi orang hebat, aamiin*

Seperti tahun sebelumnya, kami pergi sendiri tanpa Ayah mendampingi. Kali ini pasukan bertambah seorang lagi, bayi berusia sembilan bulan, :-) *niat banget*
Sementara si Ayah masih menyelesaikan koreksian thesis di Makmal *Alhamdulillah sudah VIVA dan lulus*. 

Alhamdulillah, tahun kemarin banyak barengannya. Keluarga Mbak Rela, keluarga Mbak Lina dan keluarga Bu Ida. Seneeeeng banget :-)

Dan lagi-lagi Nabil Ismail kembali menjadi juaranya. Bedanya, kali ini tak ada lagi percakapan seperti tahun sebelumnya *dah jelas-jelas mereka enggak mau. Nanti aja kalau Farid dah besar, mau ditanya langsung, hihihi --keukeuh

Tahun ini, 6-9 Juni 2013, show digelar lagi. Rumah kami sudah pindah, tak lagi di U8 seperti tahun sebelumnya. Tapi yang namanya punya idola, wajib lihat idolanya main, laaahhh!

Alhamdulillah, tak seperti dua tahun sebelumnya, kali ini kami tak perlu kepanasan. Wira 96 menyelamatkan kami dari panasnya udara Johor, hohoho *lebayyy*

Kami berangkat pukul 4 sore, jauh melenceng dari niat awal. Tadinya mau nonton bareng Ummu Wafa, Wafa dan Husna. Sayangnya gagal karena Wafa dan keluarga sudah keluar dari pagi meriksakan deja di perut, :-) *insya Allah lain kali ya, aamiin...

Sampai di sana, seperti biasa jalan utama ditutup. Tapi tahun ini disediakan parkir khusus kendaraan awam, di padang yang sebelumnya hanya ditanami rumput. Karena cuaca sangat panas, saya pun nyari parkir yang sedikit teduh. Alhamdulillah ada, meskipun harus berbeda dengan barisan kendaraan yang lain. Kami mojok sendirian di ujung, di tempat yang terkena bayangan deretan pohon di kiri jalan, :-) 

Setelah mobil terparkir sempurna, kami berjalan menuju panggung yang disediakan untuk penonton. 

Zaki sadar kamera, :-)
Sayangnya, show baru saja selesai. Lapangan sedang diratakan kembali. Sementara rider dan kuda yang akan show berikutnya sedang berlatih di lapangan sebelah. 


Daannnn, setelah menunggu beberapa lama, akhirnya show pun dimulai. Pak Man yang masih muter-muter meratakan pasir diminta keluar arena, hihihi... *Pak Man-nya cool, malah muter sekali lagi, :-) *lupa moto Pak Man dan kendaraan ajaibnya, :-)

Satu per satu rider menunjukkan kebolehannya. Ada yang balok rintangannya jatuh satu, dua bahkan ada yang dieliminasi karena terjatuh dari kuda. Hiks, sedihnya... pulang dengan berjalan kaki, :-(


Hingga tibalah saatnya si gadis cilik. The younger rider dari UK menunjukkan kebolehannya. Satu per satu rintangan ia lewati dengan mulus dan cepat. Hingga rintangan terakhir, ia sama sekali tak menjatuhkan balok.

 Ia pun menjadi yang tercepat, hanya perlu 55 detik saja untuk melewati 10 rintangan. Tepuk tangan bergemuruh, kuda pun ditepuk-tepuk sayang oleh pemiliknya.

Emak Thariq terharuuuu... menetes air mata melihat ridernya begitu berterima kasih sama si kuda. Si neng geulis pulang dengan bangga, disambut sang Mama dan Nenek tercinta, difoto berulang kali. 

Hebatnyaaa... 
Keinget, tahun kemarin, gadis cilik ini hanya ikut di lomba terakhir, sebagai penggembira. Ia menjatuhkan banyak balok waktu itu.

Tiba-tiba ada keinginan untuk berfoto bersama. Setelah merayu Iq untuk menjadi fotografer dan berhasil, kami berjalan menuju keluarga penunggang hebat itu berkumpul. Rupanya beberapa orang sudah mengerubuti mereka. Meminta difoto bahkan ada yang minta dinaikkan ke kudanya. Dan keluarga itu ternyata ramahhhh banget.

Kami pun berkenalan.Si kecil yang comel dan hebat itu bernama Cathy. Dan Mamanya sibuk memberikan permen polo pada sang kuda, sebagai hadiah atas kerjasama yang baik selama show... hmmm, saat kami foto, harum polo menguar dari mulut si kuda keren... *baru tahu kalau kuda suka permen... polo pula, hihihi*




Kejutan berikutnya, ketika sampai di parkiran... di sebelah kiri kami sudah berjajar mobil lain. Hahaha, kok bisa, ya? Padahal kami kan parkirnya ga ngikut barisan yang lain, :-) Mungkin semua nyari yang teduh, seperti kami, hehehe. 


Sunday 2 June 2013

Disiplin

Jika saya tahu, mengajarkan disiplin dan tanggung jawab pada anak sesederhana ini, mungkin saya akan melakukannya sejak sebelas tahun lalu. Tapi tak ada kata terlambat bukan?

***
Pagi tadi, Farid bangun dengan senyuman, seperti biasa. Ia berlari-lari mendekati saya yang sedang menggoreng risoles untuk dibawa ke seorang kenalan yang baru melahirkan.

"Assalamu'alaikum, Anak Shalih," sapa saya, lengkap dengan senyum manis.

Farid: *tersenyum* "Mama... mama." *sambil nunjuk sewadah risoles hangat di atas meja seterikaan.

"Tunggu ya, Nak. Masih panas. Farid mandi dulu, ya. Lepas mandi baru maem risolesnya," jawab saya, sambil cuci tangan.

Setelah tangan bersih, saya langsung mengajak Farid ke kamar mandi untuk mandi pagi. Setelah disabun dan bersih, Farid rupanya ingin main air dulu. Saya pun membiarkannya, "Nanti kalau sudah selesai bilang Mama, ya."

"Heh," jawabnya sambil memegang selang air, 'mencuci' segala yang ia lihat.

Saya kembali ke dapur, memanir kroket agar segera dapat digoreng setelah semua risoles matang.

"Maaa...," teriak Farid dengan senyuman, sambil berlari-lari menuju tempat risoles berada.

"Oh iya, tunggu, ya. Ganti baju dulu," saya mengajaknya ke kamar dan memakaikan baju.

Setelah rapi, lagi-lagi saya lupa untuk memberinya risoles. Ia pun kembali berlari mendekati saya yang sedang menggoreng kroket, lalu menunjuk wadah yang sudah ditunjuknya dua kali itu.

Setelah tidak ada reaksi dari saya *takut gosong, booook*, ia menuju rak piring kering, mengambil mangkuk lalu menunjuk risoles.

"Masya Allah, pandainya anak mama!" teriak saya sambil tersenyum bangga *halah, baru nyadar*.
Tanpa menjanjikan apa-apa lagi, saya segera mengisi mangkuk kosong itu dengan risoles dan si bayi 22 bulan saya berlari ke Masnya, minta disuapin.

Sambil menakar tepung untuk brownies, saya teringat tingkah Farid lainnya yang berhasil mengukir senyum syukur. Minum dengan duduk, setiap melihat gunting langsung diserahkan ke saya, memakai sandal saat turun ke halaman, mandi di kamar mandi depan dan BAB di kamar mandi belakang.

Pernah, saat ikut mengaji dengan saya, tanpa sengaja Farid menendang gelas kosong. Tanpa komentar, ia langsung meletakkan gelas ke posisi semula.

Ah... Allah, Alhamdulillah. Betapa bersyukur saya saat ini.

Lalu saya ingat-ingat, apa yang telah saya lakukan hingga ia begitu? Hanya satu, konsisten melakukan kebaikan: mengajarkan, menyuruh dan yang penting memberikan teladan.

Semoga saya bisa istoqomah melakukannya agar kebaikan yang sudah berhasil ia lakukan saat ini, tidak luntur akibat kelalaian saya, aamiin.

Mohon doa ya semuanya, :-)

Tuesday 28 May 2013

Buku dan Pajak di Negeri Ini

"Beli buku banyak-banyak, nanti pajak kita dipotong senilai buku yang kita beli!" begitu saran seorang tema.

Pucuk dicinta ulam tiba. Seminggu ini, kami dihebohkan oleh informasi book fair yang super duper murah. Buku dengan kualitas bagus, berbagai genre dan jenis, dijual dengan harga tak lebih dari RM 20 saja.


Kesempatan membeli buku gratis, nih! Pikir saya. Iya, dong, gratis. Coba kita pikirkan.

Di akhir tahun, kami wajib membayar pajak penghasilan. Nah, jumlah pajak penghasilan itu akan berkurang jika kita bisa menunjukkan resit pembelian buku. Total nilai buku selama setahun yang bisa ditukar dengan jumlah pajak wajib bayar adalah RM 1000. Ya, seribu ringgit! Untuk sekadar beli buku anak-anak yang tanpa diskon pun jumlah itu tentu sudah sangat mencukupi.

Meskipun sekarang kami harus bayar dulu, ujung-ujungnya diganti juga dengan uang pajak, kan? Kalaupun ada orang yang enggak suka baca buku misalnya, daripada cuma bayar pajak, lebih baik kan yang seribu ringgitnya buat beli buku... hehehe *prinsip tak mau merugi

Inilah kebijakan yang bisa memotivasi penduduknya untuk membeli buku banyak-banyak. Inilah kebijakan yang membantu para emak untuk royal membeli buku. Dan inilah kebijakan yang pada akhirnya bisa memfasilitasi anak-anak untuk memiliki banyak buku hingga akhirnya mencintai buku.

Katanya buku jendela dunia. Gimana bisa buka jendela kalau punya saja tidak?

Terakhir, kami berharap... suatu hari nanti kebijakan ini pun akan berlaku di negeri tercinta. Hingga para penulis berlomba-lomba menulis buku bagus karena para pembeli bersemangat untuk membeli buku. Aamiin, :-)

Kalap di Book Fair

Buku. Anak-anak sangat menyukainya. Bahkan si kecil pun begitu. Dan ketika Mama menjanjikan untuk membeli buku di book fair dengan harga diskon sampai 90%, mereka lonjak-lonjak bergembira. Wiiii... senangnya.


"Boleh beli buku apa saja, Ma?" tanya si sulung.

"Boleh apa saja. Tapi lihat yang bagus dan berguna untuk Abang," jawab saya.

Sayangnya kenyataan tak semulus rencana. Hari Ahad lepas Isya, kami keluar rumah. Rencananya mau nyari makan terus ke book fair. Ehhh, malah mampir ke toko kain beli selimutnya anak-anak. Ha ha... nyimpangnya jauh banget.

Besoknya, rupanya Ayah ada kelas petang. Jam 8 malam baru selesai, padahal tuh book fair tutupnya jam 10. Gagal lagiiii...

Alhamdulillah, Selasa sore si Ayah nelepon dari kampus, nanya perginya jam berapa. Senengnyaaaa... "Anak-anak sudah siap, Yah. Berangkat sekarang pun boleh!" jawab saya penuh semangat.

Akhirnya, sesaat setelah Ayah datang kami pun berangkat.

Sempat mampir ke rumah Bu Tuti, sahabat plus tetangga cantik *siap-siap nerima seloyang pizza*
Ternyata beliau enggak jadi. Kami pun berangkat sendiri.

Singkat cerita, sampai di Danga City Mall, kami langsung menuju gedung Expo. Daaannnn... ketika masuuukkk, whoaaaaaa! Berjuta buku bertumpuk-tumpuk, menunggu pembeli untuk mengadopsinya pulang...

Tanpa pikir panjang, Kite Runner langsung masuk kardus! *10rm saja, hehe*

Thariq dan Zaki lari ke bagian buku anak. Sibuk memilih sendiri.


Ayah lihat-lihat ensiklopedia, dapat empat buku tebal-tebal tentang wild life, flower dan bird. Masing-masing RM 20 saja. Untuk anak-anak katanya... *tapi Mama sensor sesuai kesukaan anak-anak, hihihi* Ayah juga memilih novelnya Pak John Grisham. Katanya sih mau dibaca... dan semalam memang dibawa pas mau tidur. Entah jadi dibaca apa enggak, secara beliau sibuk banget, hihihi...

Sementara Mama... alih-alih ikutan milih buku malah ngejar-ngejar Farid... hohoho. Terakhir pas mau pulang, dapat juga satu buku resep, :-)

Dan, lihaaat! Farid baca Flanimal, monster di buku pop-up!





Total ada 15 buku tebal dan tipis. Paling murah RM 3 dan paling mahal RM 20. Untuk semuanya, kami hanya membayar RM 164 saja... Wuiiii, murahnyaaaa...



Sunday 26 May 2013

Every Boys is Unique

Bahwa setiap anak lelaki menyukai bola, saya hampir mempercayainya. Buktinya, setiap bertemu bola, anak-anak selalu antusias. Memainkannya meski enggak semahir para pemain bola.

Bahwa setiap anak lelaki suka berantem-beranteman, saya pun hampir mempercayainya. Bahkan Farid, 1 tahun 10 bulan, suka melakukannya bersama Abang dan Masnya. Ia tak peduli meskipun badangnya paling kecil sendiri. Sepertinya, ia merasa cukup besar untuk menjadi 'lawan' Abang dan Mas.

Yang jelas-jelas saya percayai adalah bahwa setiap anak lelaki adalah unik. Mereka punya sifat, karakter, cara tumbuh, cara berkembang dan cara berkomunikasi yang berbeda.

Kali ini, ijinkan saya bercerita tentang Zaki, 6 tahun 8 bulan.

Baby Zaki lahir di RS Al Islam, Bandung, 10 September 2006. Melahirkannya, saya bahkan sempat pingsan akibat tak kuat dengan sakitnya diinduksi. Masya Allah, sebuah pengalaman yang nikmat luar biasa.

Saya terbangun ketika sudah di ruang bersalin. Saya tak sadar saat dipindahkan dari ruang sebelumnya.

Tapi detik-detik melahirkan Zaki adalah yang tercepat. Ia lahir tanpa saya sadari. Bahkan saya tak merasa ia sudah di luar, :-P *gimana sih? hihihi

Zaki sempat kuning karena darah kami berbeda. Inget banget ketika ia tiduuurrr terus pada hari ketiga setelah kelahirannya. Saya merasa senang karena saya kira ia bayi yang anteng, ternyataaa... hiks. Alhamdulillah, ia sehat kemudian. Setelah disusuin dan dijemur.

Zaki tumbuh dan tumbuh. Semasa balita, ia dikenal sebagai anak yang aktif. Bahkan saya sempat khawatir karena beberapa kali kedapatan 'memukul' temannya. Hingga suatu hari ada seorang Ibu yang takut anaknya berdekatan dengan Zaki, :-(

Soal sekolah, berbeda dengan Abangnya yang memulai sekolah sejak umur 3 tahun, Zaki terlambat. Ia baru masuk TK umur 6 tahun. Akibatnya, ia pun terlambat belajar menyesuaikan diri dan bersosialisasi. Sedih rasanya saat mengingat Zaki berjalan terbungkuk-bungkuk karena takut dengan Cikgunya, :'(

Saya bahkan sampai meminta perhatian para Cikgu untuk tidak membentaknya. Takut ia mundur dan tak mau sekolah lagi.

Tadi siang, ketika saya telepon Bapak di Malang, yang pertama kali beliau tanyakan adalah Zaki.

Saya bilang, Alhamdulillah, Zaki sudah jauh lebih baik. Sekolahnya sudah tidak ogah-ogahan lagi. "Ini pasti berkat doa Mbah dari Mekkah," ucap saya menirukan Zaki.

"Alhamdulillah, Bapak doakan betul-betul memang. Tak rewangi nangis ndungakno Zaki, Ar. Sakno. Zaki pasti punya kelebihan. Hanya kalian berdua harus sabar," nasihat Bapak, membuat air mata saya meleleh.

Iya. Kesabaran kami memang lebih sering habis saat menghadapinya.
Padahal ia hanyalah bocah kecil yang belum bisa membedakan salah dan benar --hiks, maafkan kami, ya Nak...

Nasihat Bapak menyadarkan kami, bahwa setiap anak lelaki adalah unik. Mereka memiliki kelebihan masing-masing. Mereka harus dihadapi dengan cara yang berbeda. Cara yang tepat, tentu saja.

Semoga, Allah memudahkan kami untuk menjadi orangtua terbaik bagi tiga anak lelaki yang diamanahkan Allah pada kami. Hingga kami mampu mengantarkan mereka menjadi manusia hebat, yang tinggi derajatnya, mulia akhlaknya dan sehat lahir batinnya, aamiin.

We luv U, Zaki <3

Saturday 25 May 2013

Desaru

Ini kali pertama Thariq dan Zaki bermain di pantai. Di Desaru, tepatnya. Alhamdulillah, Ayah mendapat undangan Family Gathering di Fakulti tempat beliau bekerja. Sejak beberapa hari sebelumnya, anak-anak sudah sibuk mempersiapkan diri. Mereka memang sudah pernah meliaht pantai karena kami sering lewat Danga Bay yang berhadapan langsung dengan Singapura. Tapi merasakan pasirnya, belum pernah sama sekali.

Satu hari menjelang berangkat, kami belanja mainan untuk membuat istana pasir. Semua hal sudah tertata rapi di benak Mama. Sayangnya, malam itu Ayah datang dengan membawa kabar yang kurang menyenangkan.

Si biru, Wira 96 kami, terkena gearnya. Menurut Haji Halil, harus diganti. Ga boleh dibawa pergi jauh. Ayah bilang, ke Desarunya dibatalkan. Hiks, sedihnyaaa... Alhamdulillah, Mama dapat akal.

Singkat cerita, kami menyewa mobil dari Pak Aulia. Alhamdulillah, pagi-pagi menjelang berangkat, Myvi 2006 berwarna merah saga, sudah nangkring di depan rumah. Asyiknyaaaa....

Anak-anak sibuk 'mencoba' mobilnya. Sementara Mama masih sibuk juga di dapur, menyelesaikan pesanan IKMI untuk acara esok hari: 100 risoles dan 4 loyang brownies, ouch!

Tepat jam 12 siang, semua selesai. Kami siap berangkat. Tentu mampir dulu ke rumah Bu Has untuk mengantar kue.

Kami yang tak pernah ke mana-mana, hanya mengandalkan Sygic saja. Alhasil, si dia menunjukkan jalan yang teramat puanjaaaaangggg. 121km, lewat Kota Tinggi, whoaaaaa....! --sempat kesasar ke jalan menuju Mersing segala, hihihi *of the record*--


Jalan yang berliku, sempit, naik turun dan ramai kendaraan. Ada rombongan biker di depan kami. Berpuluh motor, berjajar-jajar. Terpaksa kami menguntit dari belakang, lambat-lambat. Hampir tiga jam kami di perjalanan, hingga akhirnya menemukan sebuah monumen bertuliskan Bandar Penawar! Alhamdulillah, Desaru sudah dekat!

Dan syukur, kami pun mendapatkan kamar dekat kolam renang. G-101. Begitu masuk, anak-anak sibuk ber-whaa... whaaa, alias takjub dengan fasilitas dan bagusnya tata letak kamar. Tanpa perintah, mereka langsung menyalakan AC, TV dan naik ke kasur, hahaha... *norak*

Sementara si kecil langsung nyemplung ke bathtub.. yeyyy!

Setelah mandi, Mama menyiapkan semua anggota keluarga dengan baju rapi jali khas kostum dinner. Maklum, dah mau maghrib. Biar sekalian, gitu. Kan bawa bajunya juga dikit, hohoho...

Sampai di lapangan dekat tempat dinner, Mama shock! Ternyata acaranya adalah permainan keluarga, wahahaha... saltum deh! Gak pa pa, Satria and Fam, pantang mundur. Meski dengan baju resmi, kami tetap berpartisipasi.

Farid ikutan lomba mengutip gula-gula. Lucu sekali! Dia bisa, lho, diberikan instruksi. Dengan plastik di tangan, dia lari menuju seberang sana, untuk mengambil jelly dan gula-gula. Tapi oh tapi... saat menemukan jelly untuk pertama kalinya, bukannya dimasukkan ke dalam plastik dan melanjutkan tugas, malah minta dibukain... whoaaaaa! Mama guling2, gagal jadi emaknya sang juara, hiks... hiks... *lebay

Akhirnya, saat semua peserta sibuk memberikan hasil kutipannya *bahasanya, hihi* ke panitia, Farid sibuk makan jelly... nyam!

Dan lomba berikutnya diikuti oleh Thariq. Lombanya adalaaaahhhhh... "mengutip gula-gula dengan mulut!" --mana gula-gulanya diletakkan di dalam taburan tepung lagi, wahahaha... hasilnya, Thariq berhasil mendapatkan dua buah gula-gula, dengan mulut dan hidung penuh tepung, xixixixi *ga tega*

Sayangnya, si Ayah ga ikutan lomba. Malu kalah katanya... idiiiihhhh, masak Satria begitu sih? Bukannya pas kecil jagonya main? :-P

Sore itu, lomba diakhiri dan direncanakan akan dilanjutkan esok hari. Kesempatan kami untuk ke pantai.

Tadinya kami cuma mau foto-foto saja. Tapi namanya anak-anak, saling lempar pasir dan sebagainya akhirnya basah deh tuh bajuuu... Yaahhh, demi pengalaman baru si anak, gak pa pa lah! Lalu, siapa yang bisa marah kalau lihat mereka bahagia seperti ini?

Tuesday 7 May 2013

Sehat Terus, Nak...

Hari minggu kemarin --5 May--, saat Malaysia mengadakan pilihan raya, Mama dikejutkan dengan tangisan Farid yang tak biasa. Ketika mandi pun kakinya bergetar, seperti tak kuat menyangga tubuhnya. Mama angkat, dan periksa, tak ada apa-apa yang mencurigakan.

Mama langsung bangunkan Thariq dan Thariq handle Farid pagi itu sementara Mama nyapu dan ngepel.

Farid dan Thariq menonton video water cat di Utube.

Mama dengar, Thariq mencoba mengobati kaki adiknya dengan doa. Mama terharu sekali. Dalam hati, Mama yang dipenuhi rasa khawatir mengaminkan usaha Thariq.

Lalu Mama selesai ngepel. Lantai dah kering.

Farid mulai turun. Mulai ceria. Mulai jalan meski kaki kirinya masih 'dengkling'.

Makin siang kakinya makin oke. Alhamdulillah...
Lalu Mama bilang, kalau Farid sembuh, kita akan ke Legoland!

Alhamdulillah, Farid makin ceria.

Esoknya masih sama. Tapi mendingan, Alhamdulillah.

Hari ini, Selasa... Ahamdulillah Farid dah ceria. Seperti biasa, berjalan dengan kaki yang normal. Duh, Nak... sehat terus ya. Mungkin kakimu sakit karena kena karpet tempo hari pas dikejar2 Thariq waktu mau dipakaikan jaket yaa... Mama lihat, kamu pegang jempol dan kaki kirimu dengan wajah meringis.

Atau bisa jadi kedinginan karena AC?

Ya Allah...
Jagalah fitrah anak-anakku.
Berilah mereka kesehatan lahir batin, kecerdasan otak, akhlak yang mulia dan derajat yang tinggi dunia akhirat, aamiin...

Berbenah

Haduuuh, maafkan Mama anak-anakku. Baru sekarang Mama bisa nulis lagi cerita tentang kalian.

Hari ini, Mama baca sebuah artikel yang ditulis seorang Ibu berdomisili di Jepang. Beliau mengatakan bahwa di sana, pendidikan moral sangat ditekankan.

Salah satu yang mungkin bisa Mama adopsi untuk kalian di tahap awal adalah soal tolong menolong. Hmm, rasa-rasanya... empati di antara kalian belum terbangun sempurna. Kalian hanya mau membantu saudara jika Mama minta.

Naaahhhh...

Ini nih yang kudu dibenahi.

Okeee...

Mulai besok, insya Allah, Mama akan menetapkan petugas harian dan Mingguan di rumah kita. Petugas harian dan Mingguan, Ma?

Iya, benar! Petugas harian yang akan membantu Mama 'melayani' anggota keluarga lainnya.

Tugasnya?
1.Membantu Mama menjaga Farid. Misalnya, kalau Mama perlukan bantuan mengambil diapers, misalnya, petugas harianlah yang mengerjakan. Okee?

2. Mengingatkan saudaranya untuk sholat dan mengaji. Pastinya, yang mengingatkan juga harus ingat duluan, dong, ya!

3. Mengingatkan saudaranya untuk MANDI. Nah loh! Siapa malas mandi? ho ho hoooo...

Petugas Mingguan.
Tugasnya mudah saja.
1. Membantu Mama menyapu rumah.
2. Membantu Mama membersihkan mainan.
3. Membantu Mama menyajikan makanan saat kita makan bareng.
4. Jika kita jalan-jalan, petugas mingguan bertugas membantu Mama menyiapkan perbekalan.

Naahhh, segitu dulu deh...
kita try out dulu yaa. Insya Allah, ke sananya akan semakin sholeh anak-anak Mama, aamiin...

Luv U Kiddos!
Mama

Monday 15 April 2013

Si Peniru Suara

Farid, 1 tahun 8 bulan, 13 hari

Pandai menirukan suara apa saja. Termasuk tawa kami, :-)

Farid juga suka menirukan aktiviti Abang dan Mas. Jika Abang mengaji, Farid ikut membuka Quran. Sesekali dibawanya Quran tersebut ke hadapan Mama, sekedar untuk mendapat komentar. Jika Mama sudah bilang, "Masya Allah, sholehnyaaa...," ia tersenyum dan kembali ke tempat semula.

Sekarang sedang membaca, karena Mas belajar. Ga mau kalah, ceritanya.

Farid suka minum air putih, suka sekali.

Oh iya, kemarin pas ikutan Daurah, Farid sholeh lho... main-main sama kawan-kawannya sementara Mama serius mendengarkan pembicaranya, :-)

Lalu tidur lamaaa banget, pas Mama waktunya makan siang.

Sorean baru bangun dan minta makan. Whuaaa, banyak pula makannya.

Tadi pagi, ditimbang BBnya sudah 11,3kg. Alhamdulillah.

Sehat terus ya Nak yaa...

Monday 11 March 2013

Salim pada Mangga

Beberapa kali Mama ajak Farid belanja berdua saja ke Jusco. Tentu, ia akan memperhatikan setiap gerak gerik Mama.

Saat memilih buah mangga, Mama selalu menciumi pangkal buahnya, untuk membaui harumnya. Mangga yang harum, pastilah masak dan manis! Begitu prinsip Mama :-P

Semalam, Mama dan semua anggota tim kembali ke Jusco. Sewaktu di area buah, Mama langsung memasukkan beberapa mangga ke dalam plastik. Pasti, setelah sebelumnya dicium dulu.

Laluuuu... apa yang dilakukan baby Farid?

Dia ambil satu mangga, diciumnya dengan mulut lalu dinaikkan ke ubun2, persis saat ia salim pada kami.

Masih ada cerita.
Tadi pagi menjelang siang *jam 10 maksudnya, hehehe*, Mama menyuruh Farid milih. Mau minum susu dulu apa makan mangga. Dia nunjuk susu sambil bilang, "Tuh... tuh!"
Baiklah, Mama mengambilkan susu dan meletakkan mangga di meja.

Tapi apa yang terjadi? Farid mengambil mangganya, lalu meletakan di ubun2!  *masih persis kayak kalau dia lagi salim*

Whoaaaa...

Jadi selama ini, dalam pandangan Farid, Mama selalu salim pada buah manggaaaaa, qiqiqiq...

*nyengir sambil ngikik*

Saturday 9 February 2013

Kedai Bang Iq dan Mas Zaki

Sudah beberapa hari ini, Thariq membuka kedai di rumah. Menunya beef burger dan benjo.

Kemarin malam, terjadi perbincangan Thariq dan Zaki.

Zaki   : Bang, sedaplah benjonya. Zaki mau yang kayak gini besok ya.

Thariq  : Kedainya buka pukul 12, 5 dan 8. Kalau pukul 12 tak ada, belilah pukul 5. Kalau pukul 5 tak ada, belilah pukul 8. Kalau pukul 8 tak ada, belilah esoknya.

Zaki   : alaahhh... lamanya.

Thariq  : Ya memang gitu. Kalau mau sentiasa ada, harus punya member card.

Zaki   : Macam mana boleh dapat member card?

Thariq : harus beli lebih daripada 20 burger dalam satu minggu.

Zaki  : alahhhhhh...

Mama : hahaha, smart!

sekarang, Zaki ikutan jualan. Kedai Minum Zaki namanya. Jual air putih dengan ice cube. Kalau icenya kecil, harganya 5 sen. Kalau icenya besar-besar harganya 50 sen... eh, seringgit! Dan harus bayar betul-betul.

Waks! Burger yang sedap saja free, ini air putih bayar.... ck ck ck!