Wednesday 26 March 2014

Funny Zaki

Zaki selalu muncul dengan komen lucunya. Waktu itu kami keluar rumah berdua saja karena Iq jaga Farid yang sedang tertidur. Setelah mobil terparkir, tiba-tiba Zaki nyeletuk.

"Kasihan lah, Ma... udara baik-baik pun disaman," ujarnya dengan wajah sedih.

"Di saman?" Mama bingung dan bengong.

"Iya! Tadi, lho, Ma. Ada kedai penyaman udara!" jawabnya yakin.

Kontan saja Mama meledak tawanya. "Itu bukan disaman, Zak. Tapi dinyamankan," jelas Mama di sela-sela tawa.

"Dinyamankan itu diapakan?"

"Dibuat nyaman, selesa," tegas Mama.

Oalah... anak melayu, :-)

Dan tadi, dia memohon-mohon untuk mengoyak (menyobek) buku monter (Flanimal). Buku yang didalamnya ada flip on *itu tuh, bagian yang bisa tegak jadi 3 dimensi). Tadinya Mama sudah mau mengabulkan, mengingat beberapa bagiannya memang sudah sobek. Tapi kemudian Mama urungkan. Mama pikir, ini saatnya menanamkan hal baik tentang buku.

"Janganlah, Zak. Zaki tahu, kan? Nulis buku itu susah, perlu waktu berhari-hari," jelas Mama dengan wajah murung.

"Tapi itu bukan buku Mama," katanya.

"Iya, tapi sama saja. Orangnya pasti bikinnya susah. Berhari-hari, sampai lama," tambah Mama.

"Oke, kalau begitu, Zaki mau buat buku, Ma! Nanti Zaki jual dan Zaki dapat uang!" ujarnya penuh semangat.

Dan dalam masa singkat, dia sudah ada di ruang tamu. Dengan empat lembar kertas HVS yang sudah dibentuk menjadi sebuah buku sederhana. Dengan bantuan hekter dan solasi, hoho... so creative!

Lantas, sebuah kalimat mengejutkan keluar dari mulutnya.

"Ma, nyari idea itu memang susah, ya! Tapi kalau koyakkan buku mudah sangat! Aha! Zaki mau menulis tentang Kisah Pemburu Dinosaur!" serunya.

Alhamdulillah, ia mulai paham. Lalu, dalam waktu yang singkat juga, kertas pertama sudah bergambar. Sebuah dinosaurus dan seorang pemburu yang sedang menembak si dinosaur. Eh, tapi... dia nulis dinosaurnya kayak begini:

D A I N O S O U R!

Tak apa, ya, Nak... insya Allah makin hari makin pinter, :-) aamiin...
),

Saturday 15 March 2014

Sepanci untuk Bertiga

Kemarin, anak-anak lahap sekali saat kusuapi sepiring nasi dengan kulit ikan tengiri "limbah" pempek. Mereka pun berpesan, agar aku kembali memasak untuk mereka hari ini.

Rencananya, pagi-pagi tadi aku ke pasar. Lepas Subuh, begitu. Tapi karena si Ayah harus berangkat pagi-pagi sementara celananya belum kuseterika, maka kuutamakan untuk menyiapkan dulu.

Setengah sembilan, aku baru berangkat. Sengaja parkir agak jauh, agar ada kesempatan untuk jalan kaki biar sehat, :-)

Agak berdebar juga, khawatir ikannya habis sementara anak-anak sangat berharap. Begitu tiba dekat tukang ikan, Alhamdulillah, tengiri masih berjajar-jajar. Kutanyakan harga masih sama. RM 16. Segera kuambil 3, rencananya yang dua untuk pempek dan satu untuk digoreng. Harga total 22 ringgit saja, Alhamdulillah...

Sesampai di rumah, segera beberes ikan. membersihkan ini dan itu, blender yang mau dibuat pempek dan membumbui dengan bumbu sederhana yang mau digoreng: bawang putih, ketumbar, jahe dan garam. Lumuri ikan lalu goreng garing. Sembari melakukan semua pekerjaan, mulutku tak berhenti berbicara. Mengingatkan anak-anak untuk mandi bergantian, meminta Abang memandikan adiknya, menyuruh Abang mengambil nasi di piring besar dan sebagainya.

Alhasil, begitu ikan matang dan tersedia di piring, Mama langsung menyuapi tiga anak lelaki sholeh yang sudah duduk manis di ruang tengah. Sembari menonton Doraemon, satu per satu suapan mereka kunyah.

"Lagi... enak," kata Thariq, diikuti adik-adiknya.

Mama tambahkan nasi plus sedikit kecap untuk si baby,

"Lagi," pinta mereka begitu piring tampak mulai kosong.

Mama tambahkan lagi hingga nasi di panci tinggal secentong.

"Lagi...." pinta Abang, sementara dua adiknya sudah menyerah kekenyangan.

"Sudah dong, Nak. Nanti lagi," kata Mama. Mengingat si Ayah belum makan, hehehehe.

Akhirnya... selesai juga acara menyuapi anak-anak dan Ayah kaget senang melihat buah hatinya makan dengan lahap, :-)

Siang harinya, Farid minta makan sampai nangis. Karena nasi tinggal dikiiiiit, Mama masak lagi. Begitu nasi matang, Mama tambahkan ikan dan kecap, habis juga si baby semangkuk nasi. Alhamdulillah.

Karena Abang minta lagi menu serupa untuk makan malam dan besok, Aku pun mengajak si Mas pergi ke Kipmart. Beli ikan serupa. Sampai di sana, beli ikan tengiri pontian (yang kecil-kecil) sekilo plus beli ikan kacang seekor (dua kilo empat ons).

Tak lupa beli beras, hahaha...

Sesampai di rumah, Mama langsung bersihkan ikan dan pisah-pisahkan. Karena ikan kacang ini buesaaaarr, aku pun memisah-misahnya di beberapa wadah. Untuk digoreng beberapa angkatan, dimasak lemak, diblender untuk bikin tekwan dan siomai.

Ahhhhh, senangnyaaaa anak-anak mau makan ikan. Alhamdulillah, :-)

Tim Nasyid Iq Menang Lagi

Hari itu, 8 Maret, seharian HP yang lowbat sengaja tak kucharge. Sebabnya, aku sedikit cemas dengan berita dari Ustazah, soal peraduan nasyid si Abang.

Hingga pukul dua siang, aku masih berkutat dengan pekerjaan rumah. Baru setelah pukul tiga, tak tahan juga kunyalakan HP. Tepat. SMS Ustazah masuk. Berita tentang kemenangan anak-anak.

Alhamdulillah, Allahu Akbar!

Makasih, Ya Allah. Iq & team bisa memenangkan perlombaan ini. Artinya akan melaju ke tingkat negeri.

Jadi ingat peristiwa beberapa tahun lalu, saat Thariq diikutkan perlombaan hafalan. Iq menang, dan rencananya akan diinapkan di sebuah hotel di Mersing, untuk perlombaan tingkat negeri. Dari raut wajahnya, ia tampak senang sekali. Sayang, berita sedih ia terima beberapa hari sebelum keberangkatan itu. Karena ia WNI, terpaksa didiskualifikasi.

Masih ingat juga, kalimatnya ketika Farid baru lahir, "Farid, kamu harus balaskan marwah Abang!"
(Artinya, Farid harus bisa ikut pertandingan serupa dan menjadi wakil Abangnya, hahahaha)

Semoga lancar, ya, Bang...
Sukses seperti harapanmu, aamiin...

Saturday 22 February 2014

Tahniah, Nashid Johan!

Begitu SMS Ustazah Nurul. Alhamdulillah... segala puji untukMu Ya Rabb, atas kemudahan bagi anak-anak kami hingga mereka bisa memenangkan perlombaan ini.

Tanggal 1 Maret nanti, mereka akan tampil di PIBG sekolah dan tanggal 8 Maret, insya Allah mereka akan mengikuti perlombaan tingkat daerah.

Semoga dimudahkan hingga teraih harap kalian semua, ya, Nak... menjadi johan di tingkat negara, aamiin :-)

-------------------------------------
Cerita di balik layar

"Malam ini, Thariq enggak boleh capek," begitu pesan Ustazah. Maka, kami yang rencananya mau mengajaknya ke Bukit Indah pun urung. Memilih ke Giant, membeli terigu dan teman-temannya, sekaligus membelikan Zaki kura-kura.

Sepulang dari Giant sudah agak larut. Thariq mengeluh lapar, tapi akhirnya kami memutuskan untuk makan di rumah. Mama sudah masak nasi, ada sayur kuah kuning *sebutan Zaki untuk segala jenis sayur yang berkuah kuning, haha*. Bisa untuk makan malam.

Sesampai di rumah, keduanya malah main-main. Sampai Mama mengingatkan berkali-kali baru mereka tidur.

Sabtu pagi.

Mama membangunkan Iq dari pukul lima. Tadinya dia minta dibangunkan pukul empat untuk qiyamul lail, tapi Mama enggak tega. Sayangnya Iq baru bangun pukul setengah enam. Itu pun tiduran lagi sampai jam enam lebih. Hmm...

Begitu bangun, dengan wajah merengut dia bilang, "Ma... sebenarnya Ustazah minta Thariq guna kasut kilat!"

Wakkksssss! Tadinya Mama mau teriak saking kagetnya, tapi mengingat nasihat seorang kawan yang ustazah untuk mulai mengurangi teriakan, Mama pun menarik napas panjang.

"Terus, gimana sekarang? Di mana beli kasut kilat jam segini? Ada kedai buka, ker?"

Thariq merengut. Mulutnya manyun semeter.

"Udah, mandi aja dulu. Nanti malah telat, pula. Biar Mama bilang ke Ustazah kalau Thariq pakai sepatu sekolah biasa," ujar Mama sambil meraih HP. Dengan cepat Mama ketik berita mengejutkan pagi itu di WA dan SMS.

"Ma, antar ke Munir. Iq mau pinjam," suara Iq berat.

"Kalau kita ke Munir, cukup masa ker? Berapa lama kita ke rumah Munir?"

Iq manyun lagi dan meninggalkan Mama yang menjahit sesuatu.

"Ma, minta nomor telepon Ustazah, Thariq mau minta nomor HP Hakimi. Thariq mau pinjam sepatu Hakimi," lanjutnya.

Mama pasrah. Thariq teepon Ustazahnya dengan telepon rumah. Tak berapa lama, ada reply SMS tentang nomor telepon Emak Hakimi.

Tepat pukul tujuh kurang lima belas, dengan diantar Ayah Thariq berangkat ke sekolah.

"Semoga berjaya, ya, Bang. Suaranya bagus, dan teraih harapan Abang dan team," doa Mama sambil mencium Thariq serta meniup lehernya. Hahaha, Mama apa-apaan, sih?

Seharian Mama tidak mendapat kabar dari Ustazah. Hingga pukul dua belas, Mama SMS menanyakan kabar Iq. Pulang pukul berapa. Tak ada jawaban hingga pas kami cari parkir di Bukit Indah, telepon berdering.

"Assalamu'alaikum, Puan. Thariq baru sahaja selesai perform. Ini tengah menunggu keputusan, tapi dia dah buat yang terbaik, dah. Nanti saya call kalau acara sudah selesai, yer, Puan."

Dan begitulah ceritanya, hingga SMS bahagia itu datang. Alhamdulillah 'ala kulli hal...

Selamat ya, Thariq... jadi vocalist-nya Nasyid sekolah. Mama jadi penasaran pengen tahu, :-)

--------------------------------------

Thursday 20 February 2014

Pelajaran Hidup untukmu, Nak...

19 Februari

Menuju tengah malam. Tapi rumah kami masih sibuk. Ayah melanjutkan proposal projectnya, Abang mengerjakan PRnya sementara Mama sibuk di dapur. Tiga ratus buah sus harus diselesaikan malam ini. Sisanya besok masih bisa karena yang seratus dikirim tengah hari.

Sebelum tidur, Abang sibuk mau seterika. Di kasur Zaki pula. Jadilah mereka berdua berantem. Mama pun turut campur.

"Udah, besok Mama seterikakan, Bang. Abang tidur dulu," ujar Mama.

Sus selesai sebelum pukul dua belas dan Mama pun tidur.

Terbangun pukul setengah enam, Mama langsung beres-beres. Menyiapkan ini dan itu, mengoven sisa adonan yang tinggal sekali angkatan. Setelah itu, Mama pun seterika.

Dalam hitungan menit, baju melayu teluk belanga itu sudah rapi. Mama melipatnya, lalu membungkusnya dengan koran. Jam tujuh kurang, Abang baru mau bangun. Mencari baju dan dengan nada tinggi menanyakan mengapa bajunya tidak digantung.

Mengalah, Mama seterika ulang lalu menggantungnya. Lengkap dengan sampin hitam kesayangannya.

Mama sengaja menunggu sampai Abang selesai mandi, karena menurut Mama, kasihan jika Abang jalan kaki sambil membawa baju di hanger.

Setelah Mama di mobil, lengkap dengan kue yang siap dikirim, Mama tak melihat hanger ditangan Abang. Yang ada malah keresek merah dengan baju melayu di dalamnya.

"Nanti mungkin Abang punya hanger," ujarnya bersungut-sungut.

"Loh, gimana sih? Mama udah seterika balik kok malah diuwel-uwel begitu? Lecek, Iq!" teriak Mama shock. Mulai emosi. Mulai marah.

Iq diam. Tak berbicara. Hingga sampai depan sekolah, ia meminta Mama mengantarnya balik untuk mengambil hanger.

Lalu Mama dan Abang saling ngotot. Mama ngotot tidak mau karena kue sudah ditunggu, sementara Abang ngotot mau pulang balik ambil hanger.

"Ambil sendiri sana," putus Mama, yang kemudian segera disesali saat melihat sulungnya berjalan ke arah barat. Balik ke rumah.

Hampir... hampir saja Mama balik arah. Biarlah kue terlambat asal anaknya tidak jalan kaki bolak balik yang pasti akan membuatnya penat. Tapi ada bisikan hati lainnya. Mama harus membiarkannya agar si bujang mau belajar menghargai usaha orang lain. Terlebih usaha orang tuanya.

Maafkan Mama, ya, Nak...

Cerita belum berhenti sampai di sana. Siangnya, Abang telepon menggunakan HP Ustazah Nurul. Meminta Mama mencari surat di kocek celana forest dan menyerahkannya ke sekolah.

Setelah kerjaan Mama selesai, Mama pun mencari surat yang dimaksud. Ternyata tidak ada. Mama Sms Ustazah dan solusinya adalah Mama harus datang ke sekolah untuk menandatangani persetujuan keikutsertaan Iq di lomba nasyid.

Setelah mengirim kue dan menjemput Zaki, Mama pun ke sekolah Iq. Menemui Ustazah di surau dan mendapati Iq bersama kawan-kawannya.

Setelah urusan selesai, Mama, Zaki dan Farid pun pulang. Tadinya Mama mau ke kantor pos mengirim SPP BIP, tapi ditunda. Menunggu Iq pulang biar bisa sama-sama berangkatnya. Khawatir kalau Mama duluan nanti antri, kasihan Iq menunggu lama.

Jam 3 lebih sedikit, kami berangkat. Ke Rainbow dulu, beli gunting, lem dan amplop besar. Lalu bablas ke UTM. Mengantar Iq ke sekolah agama, lanjut ke kantor pos, terus mengambil uang di Mak Jah dan kak Annie. Karena besok ada pesanan risoles, Mama mampir Jusco. Beli ayam, seledri dan susu krimer.

Baru mau naik eskalator, Iq telepon minta dijemput. Karena ada pesanan risoles keesokan harinya, Mama pun terpaksa belanja ayam dan seledri dulu. Sementara mengantri bayar, telepon dari Thariq terus berdering... ditambah pula SMS dan telepon Ustazah Nurul, pembimbingnya, :-)

Dengan segera Mama menggendong Farid dan mengajak lari dua anaknya. Bayar parkir, terus bablas ke UTM jemput Thariq.

Di jalan menuju pulang, Thariq minta ganti baju dulu. Hmm, menguji kesabaran lagi. Ustazahnya bilang langsung berangkat saja enggak usah ganti baju, tapi rupanya Iq ga mau. Padahal di otak Mama sudah tersusun rapi: nganter Iq sekolah lanjut ke Mas'e beli telor, margarine dan susu kental manis.

Saking keselnya dengan kengototan Iq, Mama ngajak mereka semua ke Mas'e dulu. Belanja beberapa menit, baru pulang. Sesampai di rumah, rencana Mama untuk rebahan dulu karena ngantuk banget, gagal total. Cucian piring penuh, dapur kotor dan Mama pun mencuci piring. Rencana diubah, Mama harus bikin adonan sus baru tiduran.

Saat sedang mencuci piring, Iq menghampiri.
Berbisik-bisik, "Ma, maafkan kesalahan Iq hari ini." Wajahnya penuh penyesalan.

Mama langsung memeluk erat. "Iya, Mama enggak mau Thariq jadi anak yang tidak berterima kasih, yang tidak punya rasa kasihan sama orang tua."

Kami berpelukan.

Semoga akan terus terekam di benakmu, Nak...
Tentang cerita hari ini,
Tentang banyak pelajaran hidup yang mesti kau petiki...

Mama sayang Iq, tak akan pernah berubah rasa sayang ini. Sejak dokter menyatakan ada kamu di rahim Mama, hingga ujung nyawa Mama nanti...

Semoga Thariq, Zaki dan Farid jadi anak sholeh... aamiin.


Wednesday 19 February 2014

Abang di Tahun Enam

Tiba juga saat ini. Saat tahun terakhir Abang Iq di Sekolah Kebangsaan Taman Universiti $ (SKTU 4).

Allah, rasanya baru kemarin sulungku itu lahir. Kugendong untuk pertama kalinya di ruangan bayi, sehari setelah ia muncul ke dunia. Rasanya baru kemarin aku panik karena ia gumoh untuk pertama kalinya. Rasanya baru kemarin aku belajar memandikannya.

Time goes by...

Sekarang ia sudah 12 tahun. Sudah besar. Sudah hampir akil baligh. Sudah kami ajak melanglang buana. Dan tanpa terasa, tahun ini ia sudah kelas enam.

Tahun enam adalah tahun istimewa. Tahun ia harus lebih rajin belajar jika ingin mencapai 5A. Tahun ia sibuk luar biasa.

Benar saja. Sehari sebelum ia masuk, aku mengajaknya ke sekolah untuk menemui guru kelasnya. Meminta saran dan nasihat karena ia terlambat seminggu dari kawan-kawannya. Dan sebelum kami pamit, setumpuk homework sudah menyapa.

"Thariq kena kerjakan ini... ini... itu... dan itu, eh," ujar Cikgu Rosmala.

Alhamdulillah, ia ceria saja. Tidak merasa terbebani dengan begitu banyaknya pelajaran dan aktivitas yang akan ia hadapi. Hingga pertengahan Januari, Iq mengajakku berbincang.

"Ma, Thariq masuk nasyid, ya. Sebab kalau tak, nanti Ustazah masukkan lumba tilawah."

Aku setuju saja. Kupikir, di umur dia yang sekarang, ia memang harus mendapat banyak pengalaman sebagai bekal hidupnya kelak. Sebagai bahan cerita indah yang akan mengukir senyum di bibirnya.

Lantas berita berikutnya muncul.

Thariq dipilih sebagai vocalist di grup nasyidnya karena dianggap memiliki suara yang sedap. Wahhh, ini tentu kejutan buatku. Tapi, aku lalu teringat Mel Shandy *ketauan umur, dah hahaha*

Kalau orang yang pandai mengaji, pasti enak menyanyi.

Begitulah Iq.
Maka, kesibukannya pun bertambah dengan latihan nasyid. Dipanggilkan Abang Alif, vocalist nasyid profesional dari luar.

Wednesday 6 November 2013

Bahagiaku

Nak... bahagianya Mamamu ketika melihat kalian rukun begitu,
atau jikalau harus berantem, tidak dengan hati... tidak dari hati, agar cepat terhapus dari hati...

Bahagianya Mamamu ketika melihat kalian keluar dari pintu kamar,
bertiga,
berlomba-lomba lebih cepat sampai ke dekat Mama
dengan gaya yang berbeda

Thariq yang murah senyum,
Zaki yang cool
dan
Farid yang ceria...

Masya Allah,
Tak berkedip mata Mama melihatnya.

Semoga Allah selalu menjaga fitrahmu, anak-anakku...
Jadilah lelaki hebat, yang hangat pada keluarga dan taat pada RabbMu,

Semoga kelak,
Allah mengumpulkan kita semua di JannahNya, ya, Nak...

Aamiin...

Peluk hangat,
Mama